TOMOHON- Sejumlah kepala daerah di Sulawesi Utara diprediksi akan kembali bertarung dalam Pilkada 2024.

Nama-nama seperti Caroll Senduk (Tomohon), Sachrul Mamonto (Bolaang Mongondow Timur), Andrei Angouw (Manado), Franky Wongkar (Minahasa Selatan), Maurits Mantiri (Bitung), dan Joune Ganda (Minahasa Utara) kini menjadi sorotan publik.

Meski posisi mereka sebagai petahana memberi keunggulan tersendiri, jalan menuju pemilihan tidaklah semulus yang dibayangkan.

Mereka menghadapi ancaman serius berupa diskualifikasi jika melanggar ketentuan Undang-Undang Pilkada Nomor 10 Tahun 2016.

Salah satu ancaman terbesar yang dapat menjegal langkah para petahana adalah Pasal 71 ayat 3 dalam UU Pilkada tersebut.

Pasal ini mengatur larangan penggunaan kewenangan, program, dan kegiatan yang dapat menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon dalam waktu enam bulan sebelum penetapan pasangan calon hingga penetapan calon terpilih.

Steffen S. Linu, Komisioner Bawaslu Sulawesi Utara sekaligus Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat, menegaskan bahwa sanksi diskualifikasi bisa diberikan jika ketentuan ini dilanggar.

“Memang ada ketentuan yang mengatur terkait sanksi diskualifikasi,” ujar Linu dalam wawancara pada Selasa (13/8/2024).

Mantan Komisioner Bawaslu Tomohon ini juga mengingatkan bahwa masyarakat memiliki peran penting dalam mengawasi pelaksanaan Pilkada.

Laporan dugaan pelanggaran oleh petahana bisa disampaikan masyarakat dan akan diproses oleh Bawaslu.

“Laporan dari masyarakat bisa diproses,” tambahnya.

Pasal 71 UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 tidak hanya melarang pelantikan atau mutasi pejabat, tetapi juga mencakup larangan penggunaan kewenangan dan program yang bersifat memihak.

Jika ketentuan ini dilanggar, Komisi Pemilihan Umum (KPU) di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota berwenang membatalkan pencalonan petahana yang terbukti melanggar.

Ancaman diskualifikasi ini menjadi peringatan keras bagi para petahana, termasuk Caroll Senduk.

[**/ARP]