Oleh: Associate Professor Ixchel Feibie Mandagi, S.Pi., M.Si., Ph.D. Program Pascasarjana S3 Ilmu Kelautan, Universitas Sam Ratulangi
PRONews5.com – Di balik gelapnya laut tropis saat malam tiba, tampak secercah cahaya oranye samar yang muncul dari celah karang. Cahaya itu bukan berasal dari alat buatan manusia, melainkan dari tubuh seekor ikan mungil bernama Siphamia tubifer.
Ikan ini hanya sepanjang tiga hingga lima sentimeter, tetapi menjadi pusat perhatian dunia ilmiah karena kemampuannya menghasilkan cahaya dari dalam tubuh, sebuah kemampuan yang berasal dari simbiosisnya dengan bakteri bercahaya.

Di dalam tubuh Siphamia tubifer, tepatnya di bagian perutnya, terdapat organ khusus yang disebut photophore. Organ ini menjadi rumah bagi koloni bakteri Photobacterium mandapamensis, mikroorganisme laut yang menghasilkan cahaya melalui proses bioluminesensi.
Menariknya, bakteri ini tidak diwariskan secara genetik, melainkan diperoleh dari lingkungan sekitar ketika ikan masih dalam tahap larva. Dengan kata lain, Siphamia tubifer secara aktif memilih bakteri yang cocok untuk membentuk simbiosis—hubungan mutualisme yang sangat selektif dan jarang ditemukan sejelas ini di dunia hewan.
Bioluminesensi yang dihasilkan bukan hanya untuk keindahan atau alat memikat mangsa, tetapi menjadi strategi hidup yang sangat cerdas. Melalui mekanisme yang disebut counter-illumination camouflage, cahaya dari perut ikan menyamarkan bayangan tubuhnya dari predator yang mengintai dari bawah.
Cahaya ini menyesuaikan dengan remang-remang sinar bulan di permukaan laut, membuat siluet tubuh ikan menjadi nyaris tak terlihat.
Para peneliti juga menduga bahwa cahaya ini digunakan sebagai alat komunikasi antar individu dalam kawanan, terutama saat mereka aktif mencari makan di malam hari di sekitar karang.
Habitat Siphamia tubifer tersebar luas di perairan Indo-Pasifik, termasuk Indonesia, Filipina, Papua Nugini, hingga Jepang bagian selatan.
Mereka hidup di terumbu karang dangkal, biasanya pada kedalaman kurang dari 20 meter. Saat siang hari, ikan ini bersembunyi di antara cabang-cabang karang atau di bawah perlindungan bulu babi Diadema.
Pada malam hari, mereka keluar untuk berburu plankton kecil, sambil tetap menjaga formasi sosialnya.
Sayangnya, habitat alami Siphamia tubifer kini terancam akibat kerusakan ekosistem laut. Terumbu karang yang rusak akibat pemutihan massal, polusi, dan peningkatan suhu laut membuat tempat persembunyian alami mereka menyusut drastis.
Hilangnya karang berarti hilangnya ruang hidup bagi spesies ini, dan lebih jauh lagi, hilangnya sistem simbiosis yang selama ini mereka bangun secara alami.
Dalam konteks ini, Siphamia tubifer berperan sebagai indikator biologis dari kesehatan terumbu karang.
Jika populasi mereka menurun, bisa dipastikan kondisi ekosistem laut dangkal dalam keadaan tidak baik.
Keunikan simbiosis antara ikan dan bakteri ini kini menjadi objek penelitian ilmiah kelas dunia. Tim dari Harvard University dan Okinawa Institute of Science and Technology (OIST) berhasil mengungkap bahwa Siphamia tubifer mampu mengatur ekspresi gen dari simbionnya.
Artinya, ikan ini dapat “mematikan” atau “menyalakan” cahaya dalam tubuhnya sesuai kebutuhan—seperti saklar biologis. Temuan ini tidak hanya mengungkap kompleksitas interaksi mikroba-hewan, tetapi juga membuka peluang besar dalam pengembangan biosensor, pencitraan medis non-invasif, dan bahkan teknologi lampu berdaya rendah yang ramah lingkungan.
Dalam dunia ilmu pengetahuan kelautan, keberadaan Siphamia tubifer telah membuktikan bahwa makhluk kecil di dasar laut mampu menyimpan jawaban atas pertanyaan besar.
Bagaimana simbiosis terbentuk? Bagaimana organisme mampu mengendalikan ekspresi gen dari mikroba di dalam tubuh mereka? Dan bagaimana adaptasi biologis ini bisa ditiru untuk teknologi masa depan?
Indonesia, sebagai rumah bagi beragam spesies laut tropis, memiliki tanggung jawab besar untuk melindungi makhluk-makhluk unik seperti Siphamia tubifer.
Melindungi ikan ini berarti melindungi ekosistem terumbu karang dan seluruh rantai kehidupan yang bergantung padanya.
Dalam dunia yang terus berubah, sinyal-sinyal kecil seperti cahaya dari perut ikan mungil ini seharusnya menjadi peringatan sekaligus inspirasi.
Jika suatu malam Anda menyelam di laut dan melihat cahaya kecil bergerak cepat di antara karang, jangan anggap itu sekadar pantulan lampu.
Bisa jadi, itu adalah Siphamia tubifer, ikan mungil yang membawa cahaya bukan hanya di tubuhnya—tetapi juga untuk masa depan ilmu pengetahuan. (**/Red)
Penulis Adalah: Peneliti dan pengajar di Program Pascasarjana Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulangi. Fokus penelitiannya mencakup simbiosis mikroba-hewan laut, bioluminesensi, dan konservasi ekosistem terumbu karang tropis.

