MANADO, PRONews5.com — Kasus dugaan korupsi pengadaan perangkat Chromebook di Dinas Pendidikan Kabupaten Minahasa terus bergulir di Polda Sulawesi Utara (Sulut). Setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan potensi kerugian negara sebesar Rp518,7 juta, penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulut kini mendalami kasus ini melalui Unit IV Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Informasi yang diperoleh PRONews5.com menyebut, panitia pengadaan telah diperiksa penyidik Unit IV Tipikor pada Kamis (9/10/2025).
“Benar, panitia pengadaan sudah diperiksa tadi di Unit IV Tipikor Polda Sulut,” ungkap sumber internal yang enggan disebutkan namanya, Jumat (10/10/2025).
Berdasarkan hasil audit BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun Anggaran 2023, ditemukan kejanggalan dalam pengadaan 225 unit Chromebook dengan nilai total Rp1.701.750.000.
Rinciannya, 195 unit merek Axioo dibeli seharga Rp7.570.000 per unit, dan 30 unit merek Libera seharga Rp7.520.000 per unit.
Padahal, Surat Edaran Kepala LKPP Nomor 4 Tahun 2023 menetapkan harga tertinggi Chromebook secara nasional hanya Rp5.000.000 per unit (belum termasuk ongkos kirim).
Audit BPK juga menemukan bahwa pengadaan dilakukan melalui e-katalog lokal, bukan e-katalog nasional sebagaimana diatur oleh LKPP.
Penggunaan e-katalog lokal tanpa alasan efisiensi disebut menyimpang dan menyebabkan pemborosan anggaran negara.
Menanggapi hal tersebut, Aktivis Anti Korupsi Sulut Eddy Rompas dari Lembaga Investigasi Negara (LIN) menilai temuan BPK menunjukkan indikasi kuat adanya markup anggaran dan penyimpangan prosedur pengadaan.
“Selisih harga per unit mencapai sekitar Rp2,5 juta, atau potensi pemborosan lebih dari Rp562 juta. Ini jelas tidak wajar dan mengarah pada praktik markup harga,” tegas Eddy Rompas, Rabu (15/10/2025).
Rompas menjelaskan, e-katalog nasional seharusnya digunakan untuk menjamin transparansi harga dan efisiensi pengadaan.
Jika pengadaan dilakukan lewat e-katalog lokal tanpa dasar efisiensi, maka hal itu sudah menyimpang dari prinsip value for money dan berpotensi melanggar Peraturan LKPP Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa melalui E-Katalog.
“Kalau terbukti ada unsur kesengajaan, kerja sama dengan penyedia, atau penerimaan keuntungan pribadi, maka kasus ini bisa masuk kategori tindak pidana korupsi sebagaimana Pasal 2 dan 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001,” ujarnya.
Ia menambahkan, temuan BPK yang menyebut harga di atas batas LKPP, penyimpangan mekanisme e-katalog, serta potensi kerugian negara lebih dari setengah miliar rupiah, menjadi dasar kuat bagi penyidik untuk mendalami dugaan markup tersebut.
“LIN tentu mendukung langkah Polda Sulut untuk membongkar tuntas kasus ini. Publik berhak tahu siapa yang bermain dalam proyek ini,” pungkas Eddy Rompas.
Sementara itu, Dirreskrimsus Polda Sulut Kombes Pol FX Winardi Prabowo saat dikonfirmasi melalui pesan singkat WhatsApp hingga kini belum memberikan keterangan resmi terkait pemeriksaan tersebut.
[**/ARP]