Tidak diketahui apakah transaksi ini diketahui langsung oleh kepala daerah, atau murni dijalankan oleh pejabat teknis.
Namun dalam prinsip pengelolaan keuangan negara, tanggung jawab kepala daerah tetap melekat.
Kajian hukum juga menyebutkan bahwa alasan “urgensi proyek strategis” tidak bisa menjadi dalih pembenaran. Dalam Putusan Mahkamah Agung No. 42K/TIP/2019 disebutkan bahwa setiap transaksi keuangan negara wajib mematuhi asas kepatuhan dan kehati-hatian, apapun alasannya.
BPK dalam laporannya merekomendasikan agar temuan ini diteruskan ke Inspektorat Provinsi Sulawesi Utara dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kajian hukum juga menyerukan agar:
• Transaksi dibatalkan dan dana dikembalikan melalui mekanisme tuntutan ganti rugi;
• KPA dan PPK yang terlibat diberhentikan sementara dan diperiksa secara etik maupun hukum;
• Bank yang terlibat dimintai klarifikasi dan pertanggungjawaban hukum perdata;
• Pemilik lahan diproses hukum jika terbukti menyembunyikan fakta kepemilikan bermasalah.
Kasus ini bisa jadi hanyalah puncak dari gunung es.
Praktik pengadaan lahan tanpa prosedur ketat sering dijadikan celah oleh oknum-oknum birokrasi untuk menggelembungkan harga, menyembunyikan fakta hukum, atau menjadikan proyek sebagai alat bagi-bagi untung.
Berty Alan Lumempouw mendesak agar KPK segera turun tangan dan melakukan audit menyeluruh terhadap semua pengadaan aset yang dilakukan Pemkot Bitung.
“Jika ini dibiarkan, uang rakyat akan terus jadi korban. Lahan tak sah dibeli, pejabat kaya raya, rakyat rugi,” tandasnya.
[**/ARP]