Unsur melawan hukum terjadi karena transaksi melanggar berbagai peraturan, termasuk PP No. 71/2010 tentang standar penilaian properti dan Permendagri No. 19/2016.

Unsur kerugian keuangan negara muncul karena lahan yang dibayar bisa disita bank kapan saja.

Temuan BPK juga menyentil peran pihak bank. Berdasarkan UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, pihak bank seharusnya memberi tahu status agunan kepada pihak ketiga jika ada indikasi transaksi.

Namun, dalam kasus ini, transaksi berjalan tanpa peringatan dari pihak bank.

Tak kalah penting adalah peran pemilik lahan. Ia menerima pembayaran tanpa memberi tahu bahwa sertifikat tanah sedang diagunkan.

Jika terbukti sengaja menyembunyikan informasi ini, ia bisa dijerat dengan Pasal 378 KUHP tentang penipuan dan juga dapat terlibat dalam tindak pidana korupsi karena menyebabkan kerugian negara.

“Kalau lahan itu disita bank, Pemkot kehilangan semuanya. Duit rakyat Rp2 miliar lenyap. Siapa tanggung jawab?” ujar Lumempouw dalam wawancaranya.

Hingga berita ini disusun, Wali Kota Bitung
Hengky Honandar SE, belum memberikan tanggapan resmi.

Namun diketahui pada 2024, Hengky Honandar yang merupakan politikus Partai Nasdem baru menjabat walikota Bitung sejak 20 Februari 2025.

Ia berhasil terpilih dalam Pemilihan umum Wali Kota Bitung 2024 bersama Randito Maringka sebagai Wakil Wali Kota.

Sebelum menjadi Wali Kota, Hengky Honandar juga pernah menjabat sebagai Wakil Wali Kota Bitung Periode 2021-2025 Berpasangan dengan mantan Walikota Maurits Mantiri.