Secara hukum, Lumempouw menyebut potensi pelanggaran dalam kasus ini sangat jelas.

Ia merujuk pada Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi yang mengatur soal perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara.

Jika pemilik lahan terbukti menyembunyikan status jaminan, maka Pasal 378 KUHP tentang penipuan juga bisa menjeratnya.

Sementara pihak bank dapat dimintai pertanggungjawaban berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, karena tidak memberi tahu pihak ketiga mengenai status tanah sebagai agunan aktif.

Bagi Lumempouw, kasus ini harus dijadikan momentum untuk membersihkan tumpukan borok dalam pengelolaan aset daerah.

Ia menekankan bahwa jika kasus seperti ini dibiarkan, maka korupsi akan terus mencari celah lewat proyek pengadaan tanah. Ia bahkan menyarankan agar seluruh proyek serupa di Pemkot Bitung dibuka ulang dan diaudit secara menyeluruh.

“Bongkar semua pengadaan aset bermasalah. Jangan tunggu rakyat menjerit lebih keras,” pungkasnya.

Hingga berita ini ditayangkan, Wali Kota Hengky Honandar maupun pejabat Pemkot Bitung belum memberikan keterangan resmi atas temuan BPK tersebut. PRONews5.com masih terus berupaya menghubungi pihak terkait untuk memperoleh klarifikasi.

[**/ARP]