BITUNG, PRONews5.com — Aroma busuk dugaan korupsi kembali tercium dari tubuh Pemerintah Kota Bitung. Kali ini, kasus mencuat dari transaksi pembebasan lahan senilai Rp2 miliar di Kelurahan Sagerat, Kecamatan Matuari, yang ditemukan cacat hukum oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
Transaksi itu dilakukan pada tahun anggaran 2024, namun jejak kelalaiannya baru terkuak setelah sertifikat tanah yang dibayar dengan uang rakyat ternyata masih tergadai di bank.
Bukan hanya cacat prosedural karena tidak dilengkapi appraisal independen, pembelian lahan ini juga dinilai melanggar prinsip kehati-hatian negara dalam pengelolaan aset publik.
Kepada PRONews5.com, Senin (28/7/2025), pengamat hukum dan kebijakan publik, Berty Alan Lumempouw, S.H., menyebut ini bukan lagi persoalan teknis atau administrasi.
Menurutnya, transaksi tersebut adalah skandal nyata yang mencerminkan kebobrokan sistem di internal Pemkot Bitung.
“Ini bukan sekadar kelalaian. Ini skandal. Kita bicara soal uang rakyat yang digelontorkan untuk aset yang secara hukum belum bisa dimiliki pemerintah. Negara bisa kehilangan segalanya jika bank menyita lahan itu,” tegas Lumempouw.
Ia menuding, tindakan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang berani menandatangani dokumen pembayaran tanpa kelengkapan hukum sebagai bentuk pelanggaran berat.
Bukan tidak mungkin, kata dia, ada unsur kesengajaan atau permainan antara pejabat dan pemilik lahan yang sengaja menyembunyikan fakta bahwa sertifikat tanah masih dalam status agunan.
Lumempouw menilai, situasi ini sangat berbahaya jika dibiarkan. Ia mendesak agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera turun tangan membuka penyelidikan menyeluruh, termasuk menelusuri aliran dana, kemungkinan adanya gratifikasi, serta peran pihak bank yang dinilai abai memberikan peringatan kepada Pemkot tentang status jaminan tanah tersebut.
Tak hanya itu, ia mendesak agar transaksi segera dibatalkan dan dana dikembalikan ke kas daerah. Menurutnya, mekanisme tuntutan ganti rugi harus segera diberlakukan agar kerugian negara tidak terus membesar.