MANADO, PRONews5.com — Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Sulawesi Utara berhasil menggagalkan upaya penyelundupan 800 kilogram daging celeng (babi hutan) di Pelabuhan Samudera Bitung, Senin (11/8/2025).

Ratusan kilogram daging tanpa dokumen resmi itu diangkut menggunakan KM Sabuk Nusantara 59 dari Desa Falabisahaya, Mangoli Utara, Kepulauan Sula, Maluku Utara.

Kepala Karantina Sulut, I Wayan Kertanegara, menjelaskan bahwa daging tersebut dikemas dalam 10 kotak stirofoam tanpa disertai dokumen persyaratan dan tidak dilaporkan ke petugas karantina.

“Penyelundupan daging celeng berpotensi membawa penyakit berbahaya seperti Demam Babi Afrika (ASF) dan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang dapat mengancam produktivitas ternak babi di wilayah ini,” ujarnya.

Menurut Wayan, tindakan penyitaan dilakukan sesuai aturan untuk mencegah risiko penyebaran penyakit hewan. Ia menegaskan bahwa pihaknya tidak memandang siapa pelakunya, melainkan fokus pada penegakan hukum dan keamanan pangan.

Tangkapan layar kolom komentar warganet di media sosial yang menyoroti penyitaan 800 kg daging celeng oleh Balai Karantina Sulut di Pelabuhan Bitung, sebagian besar bernada protes dan menilai kebijakan tersebut merugikan masyarakat kecil.

Namun, kabar penyitaan tersebut memicu gelombang protes di media sosial. Ratusan warganet memenuhi kolom komentar dengan nada keras, sebagian menuding kebijakan karantina justru mempersulit masyarakat kecil yang menggantungkan hidup dari penjualan daging celeng. “Ngoni cuma jaga bekeng susah masyarakat kacili pe mancari,” tulis seorang pengguna Facebook.

Tangkapan layar komentar warganet di media sosial yang mengecam penyitaan 800 kg daging celeng di Pelabuhan Bitung, dengan sebagian besar suara menilai kebijakan tersebut mempersulit mata pencaharian masyarakat kecil.

Sejumlah netizen juga menilai penindakan ini tidak memberikan solusi. Mereka meminta pemerintah memberi jalur legalisasi atau dokumen resmi bagi warga yang berburu dan menjual daging celeng, mengingat di beberapa daerah babi hutan dianggap hama yang merusak tanaman petani. “Kalau sudah terlanjur di Bitung, harusnya ada solusi, bukan langsung sita,” tulis warganet lainnya.

Hingga berita ini diturunkan, Balai Karantina Sulut belum merinci proses hukum terhadap pihak yang membawa daging tersebut.

Sementara itu, perdebatan di ruang publik terus bergulir antara pihak yang mendukung penegakan aturan dan pihak yang menilai kebijakan ini memberatkan ekonomi rakyat kecil.

[**/VIC]