JAKARTA, PRONews5.comPukul 10 pagi, Jumat 25 Juli 2025, ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta dipenuhi tatapan tajam dan bisik-bisik penuh teka-teki. Di tengah sorotan lampu kamera dan gesekan kepentingan politik, nama besar Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, resmi dijatuhi vonis penjara 3 tahun 6 bulan.

Tapi di luar putusan itu, pertanyaan yang lebih besar masih menggantung di udara: Di mana Harun Masiku?

Majelis hakim yang dipimpin Rios Rahmanto menyatakan Hasto terbukti menyuap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan, dalam upaya mendorong pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR dari daerah pemilihan Sumatera Selatan I. Namun, Hasto dinyatakan tak terbukti merintangi penyidikan terhadap buron kelas kakap, Harun Masiku—nama yang sejak 2020 terus menghantui pemberitaan, tapi tak pernah ditemukan.

“Putusan ini berdasarkan fakta hukum, bukan tekanan politik,” ujar Hakim Rios, seolah menjawab tudingan Hasto yang sejak awal menyebut dirinya dijadikan korban dalam pusaran kepentingan kekuasaan.

Kasus ini bermula dari kematian Nazarudin Kiemas, caleg PDIP dari Sumsel I, yang membuka peluang Harun Masiku—kader PDIP yang kalah suara—untuk naik menggantikan. Padahal, sesuai aturan, kursi itu semestinya jatuh ke Riezky Aprilia, peraih suara terbanyak kedua.

Namun Hasto, menurut jaksa, justru menginstruksikan agar Riezky tak dilantik, bahkan diminta mengundurkan diri. Tujuannya satu: memberi jalan mulus bagi Harun untuk duduk di Senayan. Dan agar skenario itu berjalan, uang diduga mulai berbicara.

Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina, dua penyelenggara pemilu, menerima uang SGD 57.350 atau setara Rp600 juta. Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri—orang kepercayaan partai—ditugasi menyerahkan uang. Semua terhubung. Semua terbukti. Semua telah divonis. Kecuali Harun.

Dan nama Hasto, kini ikut terseret di kursi terdakwa.

Jaksa KPK menuntut Hasto tujuh tahun penjara. Namun hakim hanya menjatuhkan 3,5 tahun, karena satu dakwaan krusial dianggap tidak terbukti: perintangan penyidikan. Menurut hakim, bukti bahwa Hasto menyuruh Harun merendam ponsel belum cukup kuat. Apalagi, insiden itu terjadi sebelum Harun ditetapkan sebagai tersangka.

Namun banyak pihak menilai vonis ini terlalu ringan. Pengamat hukum dari ICW menyebut, “Dalam kasus sebesar ini, peran seorang Sekjen partai seharusnya menjadi sorotan tajam. Tidak mungkin semua berjalan tanpa koordinasi elite.”