“Kalau benar honorer kategori R3 yang wajib diprioritaskan sesuai PermenPAN-RB Nomor 29 Tahun 2021 justru digusur, sementara R4 diloloskan, itu jelas pelanggaran administrasi.

Jika terbukti ada praktik suap atau penyalahgunaan jabatan, maka unsur tindak pidana korupsi juga bisa masuk,” jelasnya.

Masalah ini bukan sekadar soal teknis seleksi, tetapi menyangkut integritas pemerintah daerah.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) diminta segera turun tangan menggunakan kewenangannya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Ombudsman RI juga didesak melakukan pemeriksaan dugaan maladministrasi dalam seleksi PPPK Tomohon, sementara Aparat Penegak Hukum (APH) diharapkan mengusut potensi pelanggaran pidana jika ditemukan bukti penyalahgunaan jabatan atau praktik kecurangan.

Wali Kota Tomohon selaku Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) sesuai amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN tidak bisa tinggal diam.

Ia memiliki kewenangan untuk menindak bawahannya apabila terbukti melanggar aturan atau merugikan kepentingan publik. Jika tidak bertindak, dampaknya bisa melemahkan kewibawaan kepemimpinan di mata masyarakat.