MANADO, PRONews5.com– Pemerintahan Gubernur Sulawesi Utara Yulius Selvanus (YS) dan Wakil Gubernur Johannes Victor Mailangkay (Victory) menghadapi kritik dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Manado atas capaian 100 hari kerja.
Menanggapi hal tersebut, Lembaga Komunikasi Sosial (LKS) Sulawesi Utara meminta kritik disampaikan secara menyeluruh dan solutif.
Ketua LKS Sulut, Vanny Loupatty alias Maemossa, menyebut kritik mahasiswa merupakan bagian dari dinamika demokrasi.
Namun ia mengingatkan agar kritik tidak bersifat parsial atau sekadar menyudutkan kebijakan pemerintah tanpa memberikan tawaran solusi.
“Salut adik-adik kita dari GMNI, terbilang sudah cukup kritis. Hanya saja, mengkritisi sesuatu itu jangan sepotong-sepotong. Silakan bersikap kritis, namun sebaiknya lebih komprehensif dan solutif,” ujar Maemossa, Senin (10/6/2025), di Manado.
Menurutnya, dalam 100 hari pertama, sejumlah indikator pembangunan mulai menunjukkan arah positif, khususnya di sektor ekonomi mikro.
Ia menilai bahwa program-program pemerintah telah menyentuh langsung masyarakat akar rumput.
“Pak Gubernur dan Wakil Gubernur intens mendorong industri masyarakat. Para petani mulai bersemangat, nelayan bergairah, dan pedagang kecil mulai mendapat stimulan.
Ini harus kita apresiasi,” tambah Maemossa yang juga Sekretaris Relawan Kipra (Kita Prabowo) Sulut.
Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa pembangunan tidak bisa diukur dalam jangka pendek. Ia mendorong adanya ruang kolaboratif antara mahasiswa dan pemerintah untuk mengawal kebijakan secara konstruktif.
“Kita perlu ruang dialog yang sehat. Jangan sampai kritik kehilangan arah dan hanya menjadi serangan politis tanpa dasar kuat,” tegasnya.
Senada dengan Maemossa, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Provinsi Sulut, Steven Liow, juga memberikan respons atas kritik terhadap pemerintahan YS-Victory.
Ia menegaskan bahwa saat ini pemerintah daerah tengah bekerja keras merumuskan kebijakan strategis.
“Rapat-rapat kami berjalan dari jam 7 pagi sampai jam 3 subuh. Ini bukti keseriusan kami dalam memenuhi visi pembangunan yang ditetapkan oleh Pak Gubernur dan Wakil Gubernur,” ungkap Liow.
Liow juga menyoroti isu infrastruktur, seperti jalan rusak yang menjadi perhatian publik. Menurutnya, penanganan jalan tidak bisa dilakukan serentak karena menyangkut pembagian kewenangan antarlevel pemerintahan.
“Perbaikan jalan bergantung pada sinkronisasi antara pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, serta kesesuaian dengan tata ruang wilayah. Jadi, masyarakat perlu bersabar. Akan ada kejutan-kejutan dari kami,” ujarnya.
[*/ARP]