TOMOHON, PRONews5.com– Sebuah sengketa tanah di Jalan Raya Kelurahan Matani 2, Kecamatan Tomohon Tengah, Kota Tomohon, Sulawesi Utara, menjadi perbincangan masyarakat setelah dua pihak berbeda mengklaim kepemilikan atas lahan tersebut.

Kasus ini semakin menarik perhatian karena kedua belah pihak telah memasang papan pengumuman kepemilikan di lokasi, lengkap dengan sertifikat tanah dan dukungan kuasa hukum masing-masing.

Pihak pertama yang mengklaim kepemilikan tanah adalah Dra. Inrita Susyane Waleleng alias Nining, yang mengacu pada Sertifikat No. 99 dan No. 156.

Inrita telah melaporkan sengketa ini ke Polda Sulut dengan Laporan Polisi Nomor LP/131/II/2025/SPKT pada 20 Februari 2025. Dalam proses hukum ini, ia didampingi oleh tim kuasa hukum Eka Dicky S. Mantik, SPAK LLB, dan F. F. Takaendengan, SH.

Sementara itu, di sisi lain, Yoanna Bangun, S.H., M.H. juga mengklaim bahwa tanah tersebut sah miliknya berdasarkan Sertifikat Elektronik Hak Milik ISHMI dengan Nomor Identifikasi Bidang (NIB) 18.09.000000812.0 dan 18.09.0000008110.

Dalam pengumuman yang dipasang di lokasi, Yoanna menegaskan bahwa siapa pun yang memasuki atau menguasai tanah tanpa izin dapat dikenai sanksi pidana. Ia didampingi oleh kuasa hukum dari Victor Maleke, S.H. & Partners.

Sengketa ini menimbulkan tanda tanya besar: Apakah terjadi tumpang tindih sertifikat, kesalahan administrasi, atau indikasi permainan mafia tanah?

Secara hukum, Sertifikat Hak Milik (SHM) memiliki kekuatan hukum lebih tinggi dibandingkan laporan polisi, karena merupakan bukti kepemilikan yang sah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).