JAWA TIMUR, PRONews5.com — Akademisi Fakultas Hukum Universitas Merdeka (Unmer) Malang, Dr. H. Teguh Suratman, S.H., M.S., mengingatkan pentingnya pelaksanaan demonstrasi secara bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Ia menekankan bahwa setiap warga negara memiliki hak konstitusional untuk menyampaikan pendapat di muka umum, namun pelaksanaan hak tersebut harus dibarengi dengan kesadaran hukum dan tanggung jawab sosial.
Imbauan tersebut disampaikan Teguh menanggapi meningkatnya intensitas aksi unjuk rasa oleh mahasiswa dan elemen masyarakat dalam beberapa waktu terakhir di sejumlah kota, termasuk Malang. Ia menyoroti bahwa demonstrasi, apabila tidak dilaksanakan sesuai aturan, berpotensi menimbulkan gangguan terhadap ketertiban umum dan keamanan masyarakat.
“Demonstrasi merupakan hak setiap warga negara, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998. Namun, hak tersebut tidak dapat dilepaskan dari kewajiban untuk menghormati hukum, ketertiban, dan hak orang lain,” ujar Teguh saat ditemui di kampus Unmer Malang pada Selasa (13/5).
Menurutnya, aksi demonstrasi harus tetap berada dalam koridor hukum, baik dalam proses perizinan, pelaksanaan, hingga penyampaian tuntutan. Ia mengingatkan bahwa tindakan anarkis seperti perusakan fasilitas publik, penutupan jalan secara ilegal, atau bentrok dengan aparat keamanan merupakan pelanggaran hukum yang dapat dikenai sanksi tegas.
“Jangan sampai pelaksanaan unjuk rasa tercederai oleh tindakan-tindakan yang bertentangan dengan hukum. Pengrusakan, kekerasan, dan aksi anarkis tidak dibenarkan dan akan berdampak negatif, baik secara hukum maupun sosial,” tegasnya.
Teguh juga menekankan bahwa aparat penegak hukum, khususnya kepolisian, memiliki kewajiban menegakkan ketertiban berdasarkan payung hukum yang sah. Ia menyatakan bahwa masyarakat tidak dapat menyalahkan aparat apabila terjadi penindakan terhadap pelanggaran yang dilakukan selama demonstrasi berlangsung.
“Ketika seseorang melakukan pelanggaran hukum, maka sanksi yang dikenakan adalah konsekuensi logis. Aparat bertindak berdasarkan ketentuan undang-undang yang berlaku, sehingga tidak bisa dipersalahkan dalam konteks penegakan hukum,” jelasnya.
Dalam konteks penegakan hukum, ia menyebut bahwa pelaku pelanggaran dapat dijerat dengan berbagai instrumen hukum, mulai dari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Lalu Lintas, hingga peraturan daerah terkait ketertiban umum.
Teguh menambahkan bahwa pelaksanaan demonstrasi yang tertib dan damai justru akan lebih efektif dalam menyampaikan aspirasi kepada pihak yang dituju. Ia menyarankan agar setiap elemen masyarakat memahami prosedur hukum serta menjunjung tinggi etika dalam menyuarakan pendapat.
“Pesan dan aspirasi masyarakat akan lebih didengar apabila disampaikan secara tertib, damai, dan konstruktif. Dengan begitu, tidak hanya substansi yang sampai, tetapi juga citra gerakan tetap terjaga,” ujarnya.
Ia berharap masyarakat, khususnya kalangan mahasiswa yang kerap menjadi pelopor gerakan sosial, dapat menjadi teladan dalam menyampaikan pendapat di ruang publik. Teguh mengajak seluruh elemen untuk menjadikan hukum sebagai landasan dalam setiap bentuk partisipasi demokratis.
“Imbauan ini saya sampaikan sebagai bentuk refleksi bersama agar hak menyampaikan pendapat tetap terjaga, namun tidak mengabaikan stabilitas, ketertiban, dan kepentingan umum,” pungkasnya.
[**/IND]