TOMOHON|ProNews- Seorang pengusaha asal Kakaskasen Tomohon bernama Ci Mei terancam di hukum penjara, dukungan untuk menangkap oknum pengusaha PT. Dinasti ini semakin kuat saat mengetahui oknum pengusaha ini diam – diam mengambil material teras ilegal di galian C yang tidak mengantongi izin, dan dijual ke proyek yang dibiayai oleh Negara (APBN) di Kabupaten Minahasa.

Co Mei kepada media ini turut membenarkan, bila mana dirinya sudah terlanjur menjual teras ilegal ke PT Bumi Karsa untuk Proyek Revitalisasi danau Tondano berupa pembangunan Talud tahap pertama Tahun Anggaran (TA) 2023 di Kabupaten Minahasa.

Kemarin pekerjaan ini sudah saya hentikan, sudah tidak ada lagi pengiriman material teras ke Danau Tondano, ucap Ci Mey, Warga Kelurahan Kakaskasen Satu Kota Tomohon ini.

Wanita yang sering bekerja di perusahaan PT Dinasti tersebut tak menampik jika telah bekerja sama dengan PT Bumi Karsa.

Bahkan dari informasi terpercaya media ini menyebutkan, pada Bulan Desember 2023, Ci Mei juga diduga pernah menjual material ilegal ke PT Bumi Karsa, kata sumber sembari berharap agar oknum pengusaha ini segera di tangkap oleh aparat penegak hukum (APH).

Menanggapi maraknya Galian C ilegal ini, Ketua LI-TPB Bambang, S.S.h juga mendesak Polda Sulut agar memproses hukum Ci Mey.

Menurut Bambang, membeli material di tambang ilegal itu sama halnya dengan membeli barang curian atau bisa disebut penadah,” sebut Bambang ketika dimintai pendapatnya.

Jika kita merujuk pada pasal 480 KUHP, barang yang dibeli atau disewa dari hasil kejahatan itu dapat dipidana. Nah, itulah kategori dari penadah, ancaman hukumannya bisa 4 tahun kurungan penjara,” jelas Bambang. Karena apa, galian C inikan  praktik ilegal, otomatis barang yang dihasilkan juga ilegal.

Apa lagi akibat dari hal tersebut, galian C ini diduga sudah merugikan keuangan negara, dan berdampak terhadap minimnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan serta merusak lingkungan.

Bahkan lanjut Bambang, dalam surat edaran Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah, soal Penjelasan mengenai Legalitas dan Pemungutan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, diatur dalam sejumlah poin dalam pada pasal 7 bahwa Wajib Pajak MBLB adalah orang pribadi atau Badan yang mengambil MBLB.

Kemudian menjelaskan bahwa Dasar pengenaan Pajak MBLB adalah nilai jual hasil pengambilan MBLB. Dalam pasal ini menjelaskan bahwa Nilai jual dihitung berdasarkan perkalian volume/tonase pengambilan MBLB dengan harga patokan tiap-tiap jenis MBLB.

Soal Tarif Pajak MBLB ditetapkan paling tinggi sebesar 20% (dua puluh persen). Di wilayah Daerah tempat pengambilan MBLB.

Peraturan Daerah mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang disusun berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah masih tetap berlaku paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 187 huruf b Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022.

Pertanyaan disini apakah perangkat daerah pelaksana pemungut pajak MBLB telah berkoordinasi dengan perangkat daerah yang tugas dan fungsinya terkait penegakan Peraturan Daerah dan perangkat daerah yang melaksanakan urusan perizinan, untuk menertibkan kegiatan pengambilan MBLB yang belum memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Jika belum silakan ditertibkan, maka patut diproses hukum oleh aparat penegak hukum (APH),  ucap Bambang.

Apa lagi pada pasal 158 UU RI nomor 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Minerba. Pasal 158 mengatur ‘Setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar, “imbuhnya.

[**/arp]