JAKARTA- Badan Urusan Legislasi Daerah (BULD) Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan tiga kementerian di Ruang Rapat Sriwijaya, Gedung B DPD RI, Senayan, Jakarta, Rabu (12/2/2025).
Fokus utama diskusi adalah masih lemahnya sinkronisasi perencanaan pembangunan antara desa, sektor, dan daerah, yang menghambat efektivitas implementasi kebijakan di tingkat desa.
Rapat ini dipimpin oleh Ketua BULD DPD RI, Stefanus BAN Liow, bersama tiga Wakil Ketua, Abdul Hamid, Marthin Billa, dan Agita Nurfianti.
Hadir sebagai narasumber La Ode Ahmad Pidana Bolombo (Dirjen Bina Pemdes Kemendagri), Dwi Rudi Hartoyo (Direktur Advokasi dan Kerjasama Desa Kemendesa PDT), serta Medrilzam (Deputi Bidang Pembangunan Kewilayahan Bappenas).
Deputi Bappenas, Medrilzam, menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 59 Tahun 2024 tentang RPJPN 2025-2045 telah dirancang untuk mendukung Visi Indonesia Emas 2045, namun pelaksanaannya masih menghadapi hambatan koordinasi.
“Indonesia Emas adalah tujuan bersama, tetapi tanpa sinkronisasi antara pusat dan daerah, efektivitas pembangunan akan terganggu,” ujarnya.
Medrilzam menyoroti bahwa hasil Musrenbang sering kali tidak terhubung dengan sektor terkait, terutama dalam hal pendanaan.
Untuk itu, Bappenas tengah menyiapkan transformasi forum konsultasi perencanaan pembangunan, serta mengintegrasikan sistem informasi perencanaan pusat dan daerah.
Dirjen Bina Pemdes Kemendagri, La Ode Ahmad Pidana Bolombo, mengungkapkan bahwa regulasi terkait perencanaan desa telah memadai, tetapi implementasinya masih belum optimal.
Ia menekankan pentingnya “bridging” antara RPJMN dan RPJMDes agar program nasional bisa benar-benar dirasakan di tingkat desa.
Selain itu, La Ode menegaskan perlunya peningkatan kapasitas aparatur desa dalam pengelolaan dana desa agar lebih efektif dan tepat sasaran.
Direktur Advokasi dan Kerjasama Desa Kemendesa PDT, Dwi Rudi Hartoyo, menegaskan bahwa desa saat ini bukan lagi objek, melainkan subyek pembangunan.
Oleh karena itu, sistem perencanaan desa harus berbasis data dan terintegrasi dengan sistem nasional.
“Kami terus mendorong penggunaan Indeks Desa untuk memantau efektivitas pembangunan di desa,” ungkapnya.
Ketua BULD DPD RI, Stefanus BAN Liow, menegaskan bahwa DPD RI mendorong penerbitan peraturan pelaksana yang lebih rinci untuk memastikan sinkronisasi antara desa, supra desa, dan pemerintah pusat.
“Kami mendukung otonomi dana desa agar tidak selalu bergantung pada keputusan pusat, namun tetap dalam koridor regulasi yang jelas,” tegasnya.
Para senator yang hadir, seperti Agustinus R. Kambuaya, Ismeth Abdullah, Mirah Midadan Fahmid, Elviana, hingga Abraham Liyanto, sepakat bahwa sinkronisasi perencanaan pembangunan masih jauh dari ideal.
Mereka menyoroti ketimpangan dalam distribusi anggaran serta lemahnya koordinasi antarinstansi dalam implementasi program di desa.
[**/ARP]