JAKARTA, PRONews5.com- Dugaan hilangnya jaminan sertifikat debitur yang melibatkan Bank SulutGo (BSG) Cabang Kotamobagu kini menjadi perhatian serius Komisi III DPR RI.
Kasus ini pertama kali mencuat setelah Poppy Paramata, ahli waris debitur, melaporkannya kepada pihak berwenang.
Kini, ia mendapatkan pendampingan hukum dari anggota Fraksi Gerindra, Martin Daniel Tumbelaka (MDT).
Setelah persoalan ini diangkat dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi III DPR RI oleh anggota Fraksi Demokrat, Hinca Panjaitan, pada Rabu (12/5/2025), MDT langsung bergerak cepat dengan menurunkan tim pendampingan hukum.
Tim ini kini berada di Polda Sulawesi Utara untuk mengawal kasus tersebut, Jumat (14/5/2025).
Poppy Paramata mengungkapkan rasa terima kasih atas perhatian yang diberikan oleh Komisi III DPR RI, terutama kepada Hinca Panjaitan dan Martin Daniel Tumbelaka.
“Saya sangat bersyukur karena kasus ini mendapat perhatian dari Komisi III DPR, terutama Pak Hinca dan Pak Martin Daniel Tumbelaka yang telah menurunkan tim pendampingan,” ujar Poppy.
Ia berharap dengan adanya keterlibatan DPR RI, penyelidikan terhadap kasus ini dapat kembali berjalan setelah sebelumnya dihentikan oleh penyidik.
“Semoga proses hukum dapat berlanjut, karena sebelumnya laporan kami sempat di-SP3 pada 3 Januari 2025, meskipun terdapat banyak kejanggalan,” tambahnya.
Tim pendampingan dari MDT telah melakukan pertemuan dengan Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus (Wadir Reskrimsus) Polda Sulut untuk membahas langkah hukum selanjutnya terkait kasus ini.
Kasus dugaan hilangnya enam jaminan sertifikat debitur ini awalnya dilaporkan ke Polda Sulawesi Utara pada 23 November 2022.
Setelah melalui proses panjang, Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) akhirnya dikeluarkan pada 12 Desember 2023.
Namun, kejanggalan muncul ketika penyelidikan dihentikan melalui Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) pada 3 Januari 2025.
Keputusan ini menimbulkan tanda tanya besar di kalangan pelapor dan pihak yang mendampingi.
Komisi III DPR RI kini menyoroti penanganan kasus ini, terutama terkait alasan penghentian penyelidikan oleh penyidik.
Sorotan utama adalah mengapa sertifikat jaminan bisa hilang dari sistem administrasi perbankan dan mengapa penyelidikan justru dihentikan meskipun ada bukti-bukti yang dinilai kuat.
Kehadiran tim pendampingan dari MDT menjadi langkah penting dalam upaya memastikan kasus ini tetap berjalan dan tidak terhenti begitu saja.
“Kami ingin memastikan keadilan bagi pelapor. Jika ada dugaan penyimpangan dalam sistem perbankan, hal ini harus diusut secara tuntas,” ujar salah satu anggota tim pendampingan hukum MDT.
Saat ini, publik masih menunggu langkah lanjutan dari pihak kepolisian, apakah penyelidikan akan dibuka kembali atau tetap dihentikan.
Sementara itu, desakan untuk transparansi dalam pengelolaan jaminan perbankan semakin kuat, mengingat kasus ini bisa menjadi preseden penting bagi perlindungan hak debitur di Sulawesi Utara dan Indonesia pada umumnya.
Kasus ini menjadi perhatian nasional, tidak hanya karena menyangkut kepercayaan terhadap sistem perbankan, tetapi juga integritas dalam penegakan hukum.
Dengan adanya dukungan dari Komisi III DPR RI serta pendampingan hukum dari MDT, diharapkan kejelasan kasus ini segera terungkap.
[**/AK]