BITUNG, PRONews5.com — Aroma dugaan korupsi tercium tajam dari proyek pembebasan lahan di Kelurahan Sagerat, Kecamatan Matuari, Kota Bitung, Sulawesi Utara. Proyek senilai Rp2 miliar yang dibiayai APBD Kota Bitung tahun 2024 itu kini menjadi sorotan warga, aktivis, dan pegiat antikorupsi.
Mereka mendesak Kejaksaan Negeri Bitung segera membuka penyelidikan dan menangkap pihak-pihak yang diduga terlibat.
“Kami minta Kejari Bitung segera bertindak. Kalau lahan masih jadi agunan bank dan sertifikat belum diserahkan, tapi uang rakyat sudah cair — itu jelas-jelas indikasi korupsi,” tegas seorang warga kepada PRONews5.com, Kamis (31/7/2025), saat ditemui di sebuah rumah kopi di pusat kota Bitung.
Berdasarkan laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Sulut, diketahui bahwa lahan yang dibayar oleh Pemkot Bitung ternyata masih berstatus agunan di bank.
Selain itu, pencairan anggaran dilakukan tanpa appraisal independen, dan sertifikat asli belum berada di tangan pemerintah.
Secara hukum, temuan ini merupakan pelanggaran prosedur penggunaan keuangan negara. Indikasi penyalahgunaan wewenang dan potensi tindak pidana korupsi pun semakin kuat.
Nama Kepala Dinas PUPR Kota Bitung, Rizal Sompotan, disebut sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam proyek tersebut.
Namun hingga kini, Rizal menghilang dari ruang publik. Dua nomor teleponnya tidak aktif, sehingga tidak dapat dikonfirmasi.
“Kadis PUPR itu penggunanya. Dia yang KPA,” kata Sekretaris Daerah Kota Bitung, Rudy Theno, saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp.
Kemarahan warga terus membuncah. Di berbagai forum komunitas dan media sosial, tagar dan pernyataan terbuka terus bermunculan, menuntut penegakan hukum tanpa kompromi.
Sejumlah aktivis antikorupsi Sulawesi Utara bahkan menyatakan akan membawa kasus ini ke tingkat nasional jika Kejari Bitung tak kunjung bertindak.
“Jika tidak ada tindakan dalam waktu dekat, kami akan laporkan ke Kejaksaan Agung, Kapolri, dan Ketua KPK. Ini uang rakyat, jangan lindungi pelaku korupsi!” tegas para aktivis melalui berbagai kanal media sosial.
Forum-forum sipil juga telah menyiapkan petisi rakyat, serta mengancam akan menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran di depan Kantor Kejari dan DPRD Bitung bila kasus ini terus diabaikan.
Sementara itu, Wali Kota Bitung, Hengky Honandar, yang menjabat sejak 20 Februari 2025, belum mengeluarkan pernyataan resmi.
Tak satu pun pejabat daerah secara terbuka membantah atau mengklarifikasi skandal tersebut.
Kondisi ini menimbulkan tanda tanya besar di tengah publik: siapa pemilik lahan sebenarnya? Mengapa pencairan anggaran bisa lolos tanpa verifikasi sah? Siapa yang menyetujui pembayaran? Apakah ada pejabat yang mencoba melindungi pelaku?
Redaksi PRONews5.com terus melakukan penelusuran mendalam, menyingkap jaringan relasi antara pemilik lahan dan oknum pejabat.
Jika dugaan ini terbukti, maka skandal lahan Rp2 miliar di Bitung bukan sekadar kekeliruan administratif — melainkan kejahatan anggaran yang terstruktur, sistematis, dan merusak kepercayaan publik terhadap institusi pemerintahan.
[**/ARP]