Selain IPLT, sejumlah proyek bernilai miliaran rupiah di Tomohon juga disinyalir sarat permainan.
Beberapa kontraktor lokal mengaku dipaksa mengikuti pola “main” tertentu, bahkan proyek disebut-sebut dibagi untuk kelompok tertentu. Akibatnya, iklim persaingan sehat nyaris mati suri.
Informasi yang beredar menyebut, salah satu oknum ASN di PUPR Tomohon merupakan “pemain lama” dalam urusan proyek.
Ia diduga kerap mengatur pemenang tender dengan pola fee tertentu, namun selama ini lolos dari jeratan hukum.
“Bisa saja Pak Wali Kota belum tahu permainan licik oknum ini, karena gerakannya cukup rapi,” ungkap sumber terpercaya.
Ketua Lembaga Investigasi Negara (LIN) Tomohon turut mengingatkan, “Kalau praktik ini terus dibiarkan, maka korupsi berjamaah akan merajalela. Transparansi harus ditegakkan, dan APH tidak boleh tutup mata.”
Saat dimintai konfirmasi, Sekretaris Dinas PUPR Tomohon, Jeffry Kowaas, mengaku tidak mengetahui adanya praktik mafia proyek. “Kalau itu saya tidak tahu, tanyakan langsung ke Kepala Dinas PUPR, Royke Maykel Tangkawarouw,” ujarnya singkat.
Praktik tender yang diduga penuh rekayasa ini berpotensi melanggar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Dalam Pasal 6 disebutkan asas pengadaan harus mengedepankan efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil, dan akuntabel.
Jika evaluasi dilakukan tanpa dasar hukum jelas dan kontrak diteken sebelum penyelesaian sanggahan, maka panitia dapat dianggap melanggar asas tersebut.
Lebih jauh, jika benar terdapat pemalsuan dokumen SPPBJ, maka perbuatan itu bisa dijerat Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat, serta berimplikasi pada dugaan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001.
Dengan demikian, publik menuntut APH tidak hanya melakukan pengawasan, tetapi juga membuka penyelidikan resmi atas dugaan mafia proyek di PUPR Tomohon.
[**/ARP]