Menurutnya, ketidakpatuhan terhadap pedoman LKPP berarti tidak memenuhi asas transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

“Apabila terbukti ada kerugian negara atau keuntungan pihak tertentu, maka kasus ini bisa diproses hukum hingga ranah pidana korupsi sesuai Pasal 2 dan 3 UU Tipikor,” tegasnya.

Surat Edaran LKPP No. 4/2021 menegaskan bahwa pengadaan perangkat TIK pendidikan wajib dilakukan melalui e-Katalog LKPP dengan mengikuti spesifikasi resmi, serta menjamin efisiensi dan transparansi.

Jika ketentuan ini dilanggar, maka dapat berimplikasi pada sanksi administratif berupa pembatalan hasil pengadaan atau pengembalian dana, sanksi etik atau maladministrasi melalui laporan ke Inspektorat Daerah atau Ombudsman RI, bahkan sanksi pidana korupsi apabila terbukti terjadi mark up, spesifikasi tidak sesuai, atau adanya kolusi dengan penyedia.

Rompas menegaskan bahwa pihak-pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban meliputi Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan pihak penyedia.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Minahasa, Tommy Wuwungan, menyatakan bahwa pengadaan Chromebook tidak bermasalah.

“Pengadaan tersebut masih digunakan dan berfungsi dengan baik. Kami masih punya dua unit yang aktif sampai sekarang,” ujar Wuwungan sambil menunjukkan perangkat yang dimaksud.

Ia menambahkan, soal anggaran dan teknis pengadaan berada di bawah tanggung jawab PPK (Pejabat Pembuat Komitmen). Namun hingga berita ini diturunkan, PPK belum berhasil ditemui untuk dimintai keterangan.

[**/ARP]