MANADO– Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sulawesi Utara (Sulut) menyatakan dukungan penuh terhadap langkah Polda Sulut dalam memberantas praktik pemerasan berkedok jurnalistik yang dilakukan oleh oknum tak berkompeten, atau yang kerap disebut “Wartawan Bodrex.”

Fenomena ini dinilai merusak integritas pers dan mencoreng nama baik jurnalisme yang seharusnya mengedepankan kebenaran, profesionalisme, dan etika.

Kabid TIK Polda Sulut, Kombes Pol Yandrie P. Makaminan, SIK mengungkapkan bahwa pihaknya menerima banyak laporan dari masyarakat dan pelaku usaha terkait aksi pemerasan oleh oknum yang mengaku sebagai wartawan.

Modusnya adalah meminta sejumlah uang dengan ancaman akan menerbitkan berita negatif jika permintaan tidak dipenuhi.

“Kami menerima banyak laporan dari masyarakat dan pelaku usaha yang menjadi korban wartawan pemeras. Mereka meminta uang Rp100-200 ribu dengan ancaman akan menaikkan berita miring jika tidak diberi. Ini adalah praktik yang tidak bisa dibiarkan,” tegasnya.

Sebagai respons terhadap maraknya praktik tersebut, Polda Sulut segera membentuk Tim Investigasi Khusus untuk menindak oknum yang menyalahgunakan profesi jurnalistik demi keuntungan pribadi.

Di era digital saat ini, banjir informasi semakin sulit dikendalikan. Kapolda Sulut, Irjen Pol. Roycke Harry Langie, mengimbau masyarakat untuk lebih kritis dalam menyikapi berita yang beredar.

“Kami mengimbau masyarakat agar tidak mudah percaya pada berita yang tidak memiliki bukti kuat. Jika ada yang merasa dirugikan oleh pemberitaan tendensius atau mengalami pemerasan oleh oknum wartawan, silakan laporkan kepada kami,” ujar Kapolda Sulut.

Ia menambahkan bahwa pihaknya tidak hanya akan menindak pelaku usaha ilegal jika memang ada bukti kuat, tetapi juga akan menindak tegas penyebar berita bohong dan oknum yang menggunakan media sebagai alat pemerasan.

Ketua PWI Sulut, Drs. Voucke Lontaan, menegaskan bahwa setiap berita harus mengikuti Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 sebagai dasar kerja jurnalistik yang sah. Ia menyoroti pentingnya disiplin dan profesionalisme dalam pemberitaan.

“Seorang jurnalis harus menunjukkan identitas saat menemui narasumber. Kemudian, jurnalis wajib menjalankan cek dan ricek. Yang terpenting, objek berita harus dikonfirmasi. Konfirmasi itu esensial sebagai kewajiban jurnalis,” jelas Voucke,” Kamis (13/2/2025).

Menurutnya, wartawan yang tidak berpegang pada kode etik dan tidak bekerja sesuai prinsip jurnalistik tidak dapat berlindung di balik Undang-Undang Pers.

Hal ini menegaskan bahwa hanya jurnalis yang bekerja secara profesional yang memiliki perlindungan hukum dalam tugasnya.

Wakil Ketua PWI Sulut, Adrianus R. Pusungunaung, yang membidangi Advokasi dan Pembelaan Wartawan, menegaskan bahwa prinsip cover both sides harus menjadi pegangan utama dalam setiap pemberitaan.

“Seorang jurnalis berkewajiban mengonfirmasi narasumber agar prinsip cover both sides berjalan. Jika ini sudah dilaksanakan dan narasumber masih keberatan dengan pernyataannya, hak jawab bisa digunakan,” terangnya.

Ia menekankan bahwa kebiasaan mengonfirmasi sebelum menulis berita sangat penting untuk menghindari kesalahan informasi yang bisa merugikan pihak lain.

“Sebaiknya media memenuhi dulu kewajiban melakukan konfirmasi. Jangan dulu menulis sebelum narasumber dikonfirmasi,” ujarnya.

Adrian juga mengingatkan bahwa jika berita sudah dipublikasikan tanpa konfirmasi dan narasumber merasa nama baiknya dicemarkan, maka hal tersebut bisa berujung pada permasalahan hukum.

“Karena nama baik sudah dicemarkan lebih dulu, penggunaan hak jawab pun dianggap tidak akan mengklarifikasi pemberitaan yang pertama,” tandasnya.

Baik PWI Sulut maupun Polda Sulut sepakat bahwa jurnalisme yang sehat adalah pilar demokrasi yang harus dijaga bersama.

Dengan adanya langkah tegas dari kepolisian, diharapkan dunia pers di Sulut tetap berada dalam koridor profesionalisme dan tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang hanya mencari keuntungan pribadi.

Polda Sulut memastikan bahwa upaya penindakan terhadap “Wartawan Bodrex” ini bukan untuk membungkam pers, melainkan untuk memastikan bahwa kebebasan pers berjalan dengan penuh tanggung jawab, sesuai dengan hukum yang berlaku.

[**/ARP]