Akibatnya, pada tahun 2022, PT MIF bangkrut dan gagal membayar utang kepada LPEI sebesar USD 43,6 juta.

Dalam penyelidikan lebih lanjut, penyidik menemukan indikasi tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang berasal dari korupsi dalam pembiayaan ini.

Dana yang disalurkan diduga digunakan untuk kepentingan pribadi dan perusahaan dengan cara yang tidak sesuai peruntukan.

“Dari hasil penyelidikan, kami menemukan potensi tindak pidana pencucian uang, di mana dana hasil pembiayaan disalurkan untuk kepentingan pribadi dan perusahaan yang tidak sesuai dengan peruntukannya,” ungkap Cahyono.

Sejauh ini, penyidik telah memeriksa 27 saksi dan mengumpulkan berbagai dokumen penting terkait proses pemberian pembiayaan, perjanjian kredit, serta hasil audit yang menunjukkan adanya penyimpangan.

Selain itu, Kortastipidkor Polri telah berkoordinasi dengan instansi terkait, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), guna mendalami lebih lanjut dugaan pencucian uang dalam kasus ini.

Polri menegaskan bahwa penyidikan akan dilakukan secara transparan dan profesional untuk mengidentifikasi tersangka serta memulihkan kerugian negara yang ditimbulkan.

“Penyidikan ini akan terus kami lakukan dengan komitmen tinggi untuk mengungkap pihak-pihak yang bertanggung jawab serta memastikan bahwa keuangan negara dapat dipulihkan,” tutup Cahyono.

[**/ARP]