Namun, dalam persidangan, Bawaslu juga tidak mengungkapkan adanya surat mereka tertanggal 25 September 2024 yang dikirim ke KPU.

Surat tersebut berisi imbauan agar KPU memperhatikan Pasal 71 ayat 2 Undang-Undang Pilkada, yang menyebutkan bahwa kepala daerah dilarang mengganti pejabat enam bulan sebelum penetapan calon, kecuali mendapat izin Mendagri.

Logikanya, jika Bawaslu mengingatkan KPU soal aturan ini, berarti ada indikasi pelanggaran yang dilakukan salah satu pasangan calon.

Surat itu pun seharusnya menjadi dasar bagi KPU untuk meninjau kembali keputusan penetapan calon yang sudah dilakukan pada 22 September 2024.

Namun, KPU justru berdalih bahwa tidak ada rekomendasi resmi dari Bawaslu terkait pelanggaran yang dilakukan oleh Paslon 03.

Padahal, surat himbauan dari Bawaslu sendiri sudah menunjukkan adanya indikasi pelanggaran, yang seharusnya dikaji lebih lanjut oleh KPU.

Sikap KPU yang terkesan “pasang badan” untuk petahana membuat sejumlah aktivis demokrasi mempertanyakan independensi penyelenggara pemilu di Tomohon.