Menurutnya, praktik ini melibatkan semua unsur: mulai dari bendahara, PPTK, PPK, hingga Kepala Dinas selaku pengguna anggaran. “Semua tahu, semua menikmati, dan semua menutup mata,” sindirnya.

Total kerugian negara yang dihitung mencapai Rp2.215.724.101. Angka itu mungkin tidak sebesar skandal proyek infrastruktur bernilai ratusan miliar, tapi untuk satu tahun anggaran di satu dinas, jumlah ini mengerikan.

Seolah-olah, setiap tetes BBM yang seharusnya dipakai untuk kendaraan operasional dinas justru mengalir ke kantong pribadi segelintir pejabat.

“Ini bukan hanya angka. Ini bukti pengkhianatan terhadap amanah rakyat,” tambah Wenas.

INAKOR menegaskan, dugaan ini sudah memenuhi unsur pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

Pasal 2 ayat (1) menyebutkan perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara, Pasal 3 mengatur penyalahgunaan wewenang, sedangkan Pasal 9 menjerat pemalsuan dokumen pertanggungjawaban.

“Sekalipun ada pengembalian kerugian negara, itu hanya menyentuh ranah administrasi. Unsur pidana tidak hilang. Begitu ada laporan masyarakat, timbul masalah hukum yang wajib diproses,” tegas Wenas.