BITUNG, PRONews5.com Pengamat hukum dan pemerintahan asal Sulawesi Utara, Berty Alan Lumempouw, secara resmi meminta Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung RI turun tangan dalam pengawasan kasus dugaan korupsi perjalanan dinas DPRD Bitung periode 2019–2024, yang dinilai sarat diskriminasi dan berpotensi mencederai prinsip keadilan hukum.

Permintaan itu disampaikan melalui surat resmi bertanggal 30 Juli 2025, yang ditujukan langsung kepada Jampidsus Kejagung. Surat dengan tajuk “Permohonan Pengawasan dan Dukungan terhadap Penanganan Perkara” itu kini telah diarsipkan oleh Kejaksaan RI.

“Langkah ini saya ambil karena saya melihat adanya ketimpangan dalam proses hukum. Jika tidak diawasi dan dikoreksi, publik akan kehilangan kepercayaan terhadap institusi penegak hukum,” ujar Lumempouw kepada PRONews5.com, Selasa (5/8).

Dalam kasus yang ditangani Kejari Bitung itu, tujuh tersangka telah ditetapkan, terdiri dari lima mantan anggota DPRD Bitung periode 2019–2024 dan dua ASN Sekretariat DPRD. Namun, lima anggota DPRD aktif periode 2024–2029 yang diduga terlibat dengan alat bukti serupa, hingga kini belum juga ditetapkan sebagai tersangka.

Modus yang digunakan dalam kasus ini antara lain perjalanan dinas fiktif ke luar daerah seperti Bali dan Raja Ampat, mark-up biaya akomodasi, serta pemalsuan dan pembakaran dokumen keuangan senilai Rp2 miliar.

Total kerugian negara mencapai Rp3,3 miliar dari anggaran perjalanan dinas sekitar Rp20 miliar. Namun penetapan tersangka dinilai tidak menyentuh seluruh pihak yang terlibat.

Lumempouw menilai, penundaan penetapan lima anggota aktif tersebut menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum. “Ini bukan soal jumlah, tapi soal prinsip equality before the law. Jangan ada yang kebal hanya karena masih menjabat,” tegasnya.

Kejari Bitung disebut telah mengajukan 12 nama calon tersangka. Namun, Kejagung hanya menyetujui tujuh orang non-aktif untuk ditetapkan sebagai tersangka.