“Kami sudah amankan cukup bukti digital dan keterangan saksi. Pembakaran dokumen tak menghentikan penyidikan,” tambah Yadyn.

Skema korupsi dilakukan dengan memanipulasi durasi perjalanan, pencatutan nama anggota DPRD yang tidak ikut perjalanan, hingga pembayaran ganda untuk hotel dan transportasi. Bahkan, sebagian perjalanan dinas yang dilaporkan sebenarnya tidak pernah terjadi.

Tujuh tersangka yang telah ditahan terdiri dari lima pihak eksternal dan dua dari sekretariat DPRD.

Nama-nama mereka antara lain berinisial B.O.M, E.S, H.A, I.O, H.S, serta dua orang dari sekretariat yakni S.M (pensiunan ASN) dan J.M (pegawai aktif).

“Seluruh laporan seolah sesuai prosedur, padahal hanyalah kamuflase administrasi untuk menguras anggaran,” beber Yadyn.

Yadyn menyebut sedikitnya 30 nama legislator tercantum dalam dokumen internal sebagai pihak yang ikut menerima dana perjalanan fiktif.

Lima di antaranya adalah anggota DPRD aktif dan akan ditangani Kejaksaan Agung sesuai SE Jaksa Agung Nomor SE-010/A/JA/11/2016 karena menyangkut jabatan politik.

“Kami punya cukup dokumen dan bukti kuat. Semua yang terlibat, akan kami proses sesuai hukum,” ujarnya.

Pihak Kejari juga mengingatkan agar tidak ada yang mencoba mengintervensi proses hukum. “Ada upaya pendekatan dari pihak-pihak tertentu. Saya peringatkan: jangan main api,” kata Yadyn dengan nada tegas.

Hingga berita ini ditayangkan, belum ada tanggapan resmi dari unsur pimpinan DPRD Bitung.

Beberapa anggota dewan yang dikonfirmasi memilih diam atau tidak menjawab panggilan.

Kejari Bitung menyerukan dukungan masyarakat sipil, media, dan LSM untuk mengawal kasus ini.

“Ini bukan sekadar penyalahgunaan anggaran, ini pengkhianatan terhadap kepercayaan publik,” tutup Yadyn.

[**/ARP]