BOLTIM, PRONews5.com– Praktik mafia tanah kembali mencuat di Desa Lanut, Kecamatan Modayag, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim), Sulawesi Utara, setelah Ketua Umum DPP KPK Independen, Mardony Rangkuti Anyer, SH, MH, mengungkap dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan pemalsuan identitas dalam pembelian lahan tambang seluas 16 hektare oleh seorang bernama Lukas.
Mardony menyampaikan bahwa praktik ini mencerminkan modus klasik mafia tanah yang diduga kuat melibatkan perlindungan dari oknum aparat serta konspirasi dengan oknum pengukur tanah dan pejabat koperasi lokal.
Hal ini memunculkan keresahan masyarakat dan desakan agar Polda Sulut segera bertindak tegas.
“Sudah saatnya Polda Sulut turun tangan dan mengusut tuntas praktik mafia tanah ini. Kami menduga ada keterlibatan oknum aparat serta indikasi pencucian uang dalam proses pembelian lahan tambang milik Lukas,” tegas Mardony, Sabtu (10/5/2025).
Lahan tambang seluas 16 hektare yang menjadi sumber sengketa diketahui sejak 2019 dikuasai oleh Untung Agustanto.
Namun dalam perkembangan hukum, Lukas memenangkan gugatan kepemilikan di Pengadilan Negeri Manado.
Kejanggalan pun muncul ketika Mardony membeberkan bahwa Lukas diduga menggunakan dua identitas berbeda—satu atas nama dirinya sendiri dan satu lagi atas nama Deden Suhendar—dengan nomor KTP dan foto yang identik.
“Pemalsuan identitas merupakan tindakan pidana yang diatur dalam Pasal 95B jo. Pasal 94 UU No. 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, dengan ancaman hukuman penjara 6 tahun dan/atau denda Rp75 juta,” jelasnya.
Lebih jauh, Mardony memaparkan bahwa dana untuk pembelian lahan tersebut diduga bersumber dari tindak pidana korupsi dan TPPU yang melibatkan sejumlah nama, seperti Angin Prayitno Aji, Zulmanisar, Deden Suhendar, hingga Untung Agustanto.
Aliran dana mencurigakan tersebut, menurutnya, menjadi indikasi kuat terjadinya pencucian uang yang harus diusut secara menyeluruh.
Saat ini, lahan tambang itu dioperasikan oleh Sekretaris KUD Nomontang, Lucky Suwardjo, bersama sejumlah pengusaha tambang.
Namun, berdasarkan temuan DPP KPK Independen, koperasi tersebut diduga beroperasi tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP), tidak memiliki rekomendasi dari Gubernur Sulut, dan belum mengantongi dokumen Analisis Dampak Lingkungan (Amdal/Andal).
Mardony mendesak KPK, Kejaksaan, dan Polda Sulut untuk segera mengusut tuntas kasus ini secara profesional dan transparan.
Ia menegaskan bahwa pembiaran terhadap praktik tambang ilegal dan pemalsuan identitas tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga mengancam kelestarian lingkungan dan hak-hak warga sekitar. “Penegakan hukum harus berdiri di atas kebenaran, bukan kepentingan,” pungkasnya.