MANADO, PRONews5.com– Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Utara secara resmi mengembalikan lima berkas perkara tahap I kasus dugaan tindak pidana korupsi dana hibah Pemerintah Provinsi Sulut kepada Sinode GMIM karena belum lengkap.
Status berkas tersebut dinyatakan sebagai P-18 dan disertai dengan petunjuk (P-19) untuk dilengkapi penyidik Polda Sulut.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Sulut, Januarius L. Bolitobi, S.H, menyampaikan hal ini pada Jumat (23/5/2025) dan kembali menegaskannya pada Selasa (27/5/2025).
“Berkas ini belum lengkap. Masih ada syarat formil dan materil yang harus dilengkapi oleh penyidik,” ujar Bolitobi.
Lima berkas perkara yang dikirim penyidik Direktorat Reskrimsus Polda Sulut pada Kamis (15/5/2025), dikembalikan tanggal 20 Mei 2025.
Setelah dilakukan penelitian oleh Jaksa Penuntut Umum Bidang Pidana Khusus Kejati Sulut, ditemukan sejumlah kekurangan baik secara formil maupun materil.
“Pada hari Selasa, 27 Mei 2025, kelima berkas telah kami kembalikan disertai petunjuk P-19 untuk dilengkapi penyidik,” lanjut Bolitobi.
Pantauan lapangan menunjukkan berkas-berkas perkara tersebut disusun dalam bentuk dokumen tebal dengan cover berwarna kuning, lalu dikemas dalam empat box besar sebelum dikirimkan kembali ke Kejati.
Seorang penyidik Tipidkor membenarkan bahwa berkas tersebut memang sudah masuk tahap I.
“Iya benar, berkas sudah tahap 1,” singkatnya.
Kelima tersangka dalam kasus ini telah ditahan oleh Polda Sulut. Mereka terdiri dari unsur pejabat tinggi Pemprov Sulut dan tokoh gereja besar:
1. Jefry Korengkeng – Mantan Kepala BKAD Pemprov Sulut
2. Fereydi Kaligis – Mantan Kepala Biro Kesra
3. Steve Kepel – Mantan Sekprov Sulut
4. Assiano Gemmy Kawatu – Mantan Asisten III Setprov
5. Pdt. Dr. Hein Arina – Ketua Sinode GMIM aktif
Mereka diduga menyalahgunakan dana hibah senilai Rp6 miliar yang bersumber dari APBD Pemprov Sulut TA 2020–2023, yang seharusnya digunakan untuk kegiatan sosial-keagamaan.
Namun dana itu diduga dialihkan untuk keperluan di luar peruntukan resmi.
Publik menilai bahwa penyaluran dana hibah ini sejak awal sarat muatan politis dan kepentingan elite, hingga akhirnya berbuntut pada penetapan tersangka terhadap tokoh-tokoh penting di Sulut.
Perkara ini menjadi sorotan nasional dan memunculkan pertanyaan soal transparansi serta akuntabilitas dalam pengelolaan dana hibah oleh pemerintah daerah.
Kini, masyarakat menanti langkah penyidik Polda Sulut untuk melengkapi berkas perkara sesuai petunjuk P-19, agar proses hukum dapat segera dilanjutkan ke pelimpahan tahap II dan persidangan di pengadilan.
[**/ARP]