PRONEWS|JAKARTA– Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan atas Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Wali Kota Tomohon Tahun 2024 (PHPU Kota Tomohon) pada Rabu (22/01/2025).

Gugatan ini diajukan oleh pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tomohon Nomor Urut 2, Wenny Lumentut dan Octavian Michael Mait, melalui Perkara Nomor 23/PHPU.WAKO-XXIII/2025.

Pasangan ini menuding adanya dugaan pelanggaran berat oleh Calon Nomor Urut 3, Caroll Joram Azarias Senduk, yang merupakan petahana Wali Kota Tomohon periode 2021–2024.

Tuduhan mencakup ketidaknetralan Aparatur Sipil Negara (ASN) dan praktik politik uang yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

Kuasa hukum pasangan Wenny Lumentut-Michael Mait, Heivy Mariska Agustina Mandang, memaparkan dugaan pelanggaran Pasal 71 ayat 2 dan ayat 3 Undang-Undang Pilkada.

Pasal tersebut mengatur larangan penggantian atau pelantikan pejabat enam bulan sebelum penetapan calon kepala daerah.

“Pihak petahana diduga melakukan pelantikan pejabat tidak sesuai aturan hukum dalam kurun waktu yang dilarang.

Hal ini jelas melanggar regulasi yang berlaku,” kata Heivy di Gedung MK.

Selisih suara yang tipis, yakni hanya 1.600 suara atau sekitar 2,47%, disebut menjadi indikasi bahwa dugaan pelanggaran ini berdampak signifikan terhadap hasil pemilihan.

“Kami mendalilkan pelanggaran ini dilakukan secara TSM sehingga mengubah hasil Pilkada.

Oleh karena itu, kami meminta Mahkamah mendiskualifikasi petahana atau memutuskan Pemungutan Suara Ulang (PSU),” tegas Heivy.

Dalam persidangan, tim hukum pasangan Wenny Lumentut-Michael Mait menyampaikan sejumlah bukti yang menguatkan tuduhan keterlibatan ASN.

“Ada indikasi kuat bahwa ASN Pemkot Tomohon berperan aktif mendukung pasangan petahana.

Tindakan ini melanggar prinsip netralitas ASN yang diatur dalam perundang-undangan,” imbuh Heivy.

Selain itu, bukti-bukti terkait praktik politik uang juga telah disampaikan kepada Mahkamah.

“Kami telah menyerahkan berbagai bukti yang menunjukkan adanya distribusi uang secara masif untuk mempengaruhi hasil pemilihan,” jelasnya.

Sidang pemeriksaan ini dihadiri oleh pihak pemohon, termohon, pihak terkait, dan Bawaslu.

MK mendengar keterangan dari semua pihak sebagai bagian dari proses pengumpulan fakta.

“Kami optimistis bukti-bukti yang kami ajukan dapat meyakinkan Mahkamah untuk memberikan putusan yang adil.

Jika pelanggaran ini terbukti, maka langkah yang tepat adalah mendiskualifikasi petahana atau menggelar PSU di Tomohon,” pungkas Heivy.

Sidang berikutnya akan melanjutkan pemeriksaan bukti dan keterangan saksi.

Putusan MK dalam perkara ini menjadi sorotan publik karena akan menentukan arah demokrasi dan kredibilitas Pilkada di Kota Tomohon.

[**/ARP]