JAKARTA|PRONEWS- Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar Sidang Pemeriksaan Pendahuluan terkait Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tomohon 2024 pada Kamis (11/01).

Sidang yang dipimpin Hakim Panel Arief Hidayat ini memeriksa gugatan Pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tomohon Nomor Urut 2, Wenny Lumentut dan Octavian Michael Mait.

Gugatan tersebut terdaftar dalam Perkara Nomor 23/PHPU.WAKO-XXIII/2025, dengan tuduhan serius terhadap Pasangan Calon Nomor Urut 3, Caroll Joram Azarias Senduk dan Sendy Gladys Adolfina Rumajar.

Kuasa hukum Pemohon, Denny Indrayana, memaparkan dugaan ketidaknetralan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang dianggap mendukung petahana secara terang-terangan melalui grup WhatsApp “Info Pemkot Tomohon.”

Ia menyebutkan bahwa 27 ASN dalam grup tersebut diduga terlibat dalam penyebaran konten partisan, termasuk gambar kampanye yang diakhiri dengan pesan “buat sampai jadi.”

Sebagai bukti, Pemohon menyertakan dokumen berisi tangkapan layar percakapan grup dan simbol-simbol kampanye.

“Ketidaknetralan ASN ini jelas melanggar prinsip Pemilu yang jujur dan adil. Bahkan Kepala Bagian Hukum Pemerintah Kota Tomohon secara terang-terangan menunjukkan simbol dukungan kepada petahana,” ujar Denny.

Lebih lanjut, Denny mengkritisi penggantian pejabat ASN oleh petahana menjelang Pemilukada, yang dinilai bertentangan dengan Pasal 71 ayat (2) UU Pemilukada.

“Surat Menteri Dalam Negeri tertanggal 29 Maret 2024 menegaskan larangan tersebut. Namun, petahana tetap melantik 99 pejabat baru.

Anehnya, hanya 19 pejabat yang kemudian dibatalkan. Lantas, bagaimana nasib 80 pejabat lainnya?” tegas Denny di hadapan Hakim Panel.

Tidak hanya itu, Pemohon juga menuding petahana menyalahgunakan fasilitas pemerintah, seperti menggunakan rumah dinas Wali Kota di Kecamatan Tomohon Selatan sebagai tempat penghitungan cepat (quick count) hasil Pilkada.

Tareq Muhammad Aziz Elven, kuasa hukum lainnya, mengungkapkan bahwa video yang beredar menunjukkan keterlibatan ASN dalam selebrasi hasil penghitungan, yang semakin memperkuat dugaan ketidaknetralan.

Sidang juga mengupas dugaan politik uang yang dilakukan pasangan petahana. Pemohon menyebutkan adanya pembagian sembako dan uang tunai Rp300 ribu kepada warga sehari sebelum pemungutan suara.

Salah satu relawan petahana bahkan tertangkap basah membagikan uang di Kelurahan Lahendong, Kecamatan Tomohon Selatan. Selain itu, program bantuan sosial pemerintah daerah diduga digunakan untuk kepentingan elektoral pasangan petahana.

“ASN dan tenaga kontrak yang menolak mendukung petahana diberhentikan atau dinonaktifkan.

Ini jelas merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan untuk menekan pilihan masyarakat,” ujar Tareq.

Tuntutan Pemohon ke Mahkamah Konstitusi Dalam petitumnya, Pemohon meminta MK membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Tomohon Nomor 557 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan.

Pembatalan ini khususnya menyasar perolehan suara Pasangan Calon Nomor Urut 3 di beberapa kelurahan.

Pemohon juga meminta MK memerintahkan KPU RI untuk menyelenggarakan Pemungutan Suara Ulang (PSU) tanpa keikutsertaan Pasangan Calon Nomor Urut 3 dalam waktu 30 hari sejak putusan ditetapkan.

Signifikansi Sidang PHPU Kota Tomohon
Sidang ini menjadi momentum penting dalam menegakkan integritas Pemilu di Kota Tomohon.

Dugaan pelanggaran yang terungkap mencerminkan masalah serius dalam pelaksanaan Pemilu yang jujur, adil, dan bebas dari intervensi.

Denny Indrayana, pakar hukum tata negara yang memimpin tim kuasa hukum Pemohon, menyatakan optimisme terhadap peran MK dalam memberikan keputusan yang adil.

Denny, yang pernah menjabat sebagai Wakil Menteri Hukum dan HAM, menilai kasus ini dapat menjadi preseden penting dalam mengawasi praktik politik uang dan ketidaknetralan ASN dalam Pemilu.

Sidang lanjutan dijadwalkan berlangsung pekan depan, dengan menghadirkan bukti tambahan dari kedua belah pihak.

[**/ARP]