Menurutnya, netralitas ASN diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, yang melarang ASN menjadi anggota atau pengurus partai politik. Selain itu, aturan ini ditegaskan dalam beberapa peraturan lain:
- Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004: Menyatakan ASN harus netral dan tidak memihak dalam pemilu.
- Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS: ASN dilarang memberikan dukungan terhadap calon dalam pemilu atau pilkada.
- Peraturan BKN Nomor 6 Tahun 2022 tentang Kode Etik ASN: Melarang ASN menyebarkan dukungan di media sosial atau menghadiri acara politik yang mendukung calon tertentu.
“Sanksi bagi ASN yang melanggar bisa beragam, mulai dari teguran hingga pemberhentian tidak dengan hormat,” ujar Hanny Meruntu.
Ia menambahkan, selain ancaman pemberhentian, sanksi lainnya berupa penundaan kenaikan pangkat atau gaji berkala.
“Kami berharap Bawaslu dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) serta PJ Wali Kota Tomohon segera menyikapi kasus ini secara tegas,” lanjutnya.
Meruntu juga menekankan bahwa netralitas ASN bertujuan menjaga profesionalisme dan integritas pelayanan publik.
“ASN diharapkan fokus pada tugas melayani masyarakat tanpa terpengaruh politik tertentu.
Pelanggaran aturan ini dapat berdampak serius, termasuk pada karir ASN yang terlibat,” jelasnya.
Ketika hendak dikonfirmasi, Fendy M Mongdong, selaku Lurah Kakaskasen Dua, belum berhasil ditemui oleh awak media.
Saat mendatangi Kantor Kelurahan Kakaskasen Dua pada Sabtu (9/11/2024), kantor tersebut tutup.
“Kalau Sabtu memang libur,” ujar salah seorang warga yang berada di sekitar kantor tersebut.
Kepada Bawaslu Tomohon dan pihak terkait, publik berharap agar investigasi segera dilakukan.
Aksi tak netral yang dilakukan oknum ASN dianggap mencederai prinsip demokrasi dan memberikan contoh negatif bagi masyarakat.
[**/ARP]