PRONEWS|AMERIKA- Suasana di Gedung Capitol Amerika Serikat berubah tegang saat Donald Trump, presiden terpilih, melakukan kunjungan tak terduga ke Ruang Mansfield pada 8 Januari 2025.
Ini merupakan kunjungannya yang pertama sejak kerusuhan 6 Januari 2021, saat pendukungnya menyerbu gedung tersebut. Dalam pertemuan dengan 52 senator Republik Kongres ke-119, Trump memaparkan agenda legislatif ambisius: keamanan perbatasan yang lebih ketat, perpanjangan pemotongan pajak tahun 2017, dan penghapusan pagu utang.
Pertemuan yang awalnya direncanakan singkat memanjang menjadi dua jam, menggambarkan dinamika kompleks antara Trump dan para senator Republik.
Meskipun Trump memegang kendali penuh di Washington, dia menghadapi tantangan internal, termasuk keraguan terhadap beberapa kebijakan dan penunjukan kontroversialnya.
Salah satu momen mencolok terjadi ketika Senator Shelley Moore Capito mencoba mengakhiri pertemuan, hanya untuk dihentikan oleh Trump yang menyatakan, “Ini adalah warisan saya.”
Komentar itu memperlihatkan fokus Trump pada dampak jangka panjang dari kebijakan dan kepemimpinannya.
Trump sudah mencatatkan sejumlah keberhasilan bahkan sebelum pelantikannya.
Gencatan senjata antara Israel dan Hamas, setelah perang selama 15 bulan, menjadi salah satu pencapaian penting, di mana tekanan Trump terhadap pembebasan sandera diakui oleh pejabat Israel.
Namun, keberhasilan ini tidak menghapus tantangan politik domestik.
Upaya Trump untuk mengonsolidasikan kekuasaan melalui penunjukan kabinet kontroversial, seperti Pete Hegseth untuk Menteri Pertahanan, mendapat tentangan dari beberapa senator.
Strategi tekanan politik, termasuk ancaman terhadap karier politik senator yang menolak agenda Trump, menambah kompleksitas situasi.
Kampanye 2024 Trump mencerminkan perubahan signifikan dibandingkan pencalonannya pada 2016.
Di bawah kepemimpinan Susie Wiles, kampanye tersebut berhasil memperluas dukungan sekaligus menjaga basis tradisionalnya.
Wiles kini ditunjuk sebagai Kepala Staf Gedung Putih, menggambarkan kepercayaan Trump terhadap efektivitasnya.
Namun, penunjukan kabinet Trump, termasuk tokoh seperti Robert F. Kennedy Jr. dan Elon Musk, memicu kontroversi.
Para kritikus menilai bahwa langkah ini lebih berfokus pada loyalitas dibandingkan pengalaman atau kompetensi. Strategi Trump untuk “mengguncang” institusi pemerintahan menimbulkan kekhawatiran akan potensi kerusakan terhadap norma demokrasi.
Di balik layar, persaingan faksi dalam lingkaran Trump mengungkapkan ketegangan internal yang berpotensi mengganggu stabilitas pemerintahan.
Pertikaian antara Steve Bannon dan Elon Musk tentang program visa H-1B menunjukkan kerentanan dalam koalisi Trump.
Namun, Trump tampaknya melihat konflik ini sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan, menunjukkan pendekatannya yang pragmatis dan terkadang oportunistik.
Donald Trump memasuki masa jabatan keduanya dengan ambisi besar untuk menciptakan perubahan radikal.
Namun, dia juga menghadapi ujian besar, baik dari oposisi internal di partainya maupun dari institusi yang ingin dia rombak.
Dalam beberapa bulan ke depan, efektivitas strategi politik Trump akan menjadi penentu apakah dia dapat mengatasi perpecahan internal dan mewujudkan agendanya.
[**/RED]
Disadur dari Time.com dan diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia.