JAKARTA|ProNews.id – Pemerintah Indonesia akan memberikan gelar pahlawan nasional kepada enam tokoh saat peringatan Hari Pahlawan pada 10 November 2023 (besok).Keenam nama yang telah disetujui Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk dianugerahkan gelar pahlawan nasional tahun ini, yakni:
- Almarhum Ida Dewi Agung Jambe, Bali
- Almarhum Bataha Santiago, Sulawesi Utara
- Almarhum M Tabrani, Jawa Timur
- Almarhum Ratu Kalinyamat, Jawa Tengah
- Almarhum KH Abdul Chalim, Jawa Barat
- Almarhum KH Ahmad Hanafiah, Lampung.
“Siapa yang mendapat anugerah gelar pahlawan nasional itu adalah mereka yang memenuhi syarat, banyaklah, misalnya sudah wafat, berjuang, tidak pernah berkhianat, itu syarat umum. Tapi, syarat umum maupun syarat khusus itu ditetapkan sepenuhnya oleh presiden. Jadi, presiden yang menganugerahi gelar pahlawan nasional itu,” kata Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Prof. Dr. Mahfud Md, S.H., S.U., M.I.P, saat mengumumkan melalui konferensi pers, Rabu (08/11) di Jakarta.
Ia menyebut, pemerintah menganugerahkan gelar pahlawan kepada para pejuang yang dulu ikut memperjuangkan kemerdekaan negara dan/atau ikut mengisi kemerdekaan dengan pengabdian dan perjuangan yang luar biasa jasanya kepada negara.
“Sekarang sesudah semua proses ini berjalan, yang tahun ini berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 115-TK-TH2023 tertanggal 6 November 2023, presiden menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada enam orang pejuang-pejuang. Mulai dari perintis kemerdekaan sampai dengan pendobrak dan pejuang kemerdekaan langsung secara fisik dan orang-orang yang berjasa di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia,” jelasnya kepada insan pers di kantor Kementerian Koordinator (Kemenko) Polhukam.
Mahfud menambahkan, Kemenko Polhukam memimpin Dewan Gelar Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan (DGTK) yang diketuainya sendiri.
Menurut dia, bahan-bahan untuk pemberian gelar pahlawan nasional itu, dihimpun melalui Kementerian Sosial (Kemensos).
Sementara itu, pemberian gelar pahlawan nasional kepada alm. Raja Bataha Ssntiago dari Kepulauan Sangihe (Nusa Utara) disambut sukacita oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulut, dr. Fransiscus Andi Silangen.
Pasalnya, sebagai warga asal Nusa Utara, dia mengaku bangga.
“Ini adalah sukacita. Karena di saat pemerintahan kami, dapat penghargaan untuk Raja Bataha Santiago,” ujarnya di Manado.
Diketahui, sebelumnya pada tahun 2022, Ketua DPRD Sulut bersama dengan Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Kep. Sangihe, Rini Tamuntuan dan anggota Deprov Sulut, Arthur Kotambunan, beberapa kali melakukan lobi hingga mendatangi Kemensos untuk mengusulkan penganugerahan tersebut.
Akhirnya, Raja Bataha Santiago ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional sesuai Keppres melalui Kementerian Sekretaris Negara Nomor; R09/KSN/SM/Gt.02.00/11/2023 yang ditujukan kepada Kemensos.
Lalu, siapa sosok Bataha Santiago?
Dikutip dari situs Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Bataha Santiago adalah Raja Manganitu yang memerintah pada tahun 1670 sampai 1675.
Ia merupakan raja ketiga Manganitu yang wilayahnya kini berada di Kep. Sangihe.
Sedangkan, menurut situs Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Sulut, Bataha adalah sosok yang memiliki jiwa dan sikap gotong-royong yang kuat.
Dikenal dengan pendirian teguh, di mana seluruh kegiatan rakyat harus dikerjakan bersama-sama.
Gagasannya ini, dikenal dengan sebutan ‘Banala Pesasumbalaeng’.
Santiago juga bercita-cita untuk mempersatukan kerajaan-kerajaan di wilayah Kep. Sangihe-Talaud, serta mempertahankan diri dari penjajahan yang dilakukan oleh Belanda.
Sikap dan prinsip yang kuat dan teguh, membuat ia berani mati dalam membela keutuhan nusa dan bangsa.
Semboyan Bataha Santiago yang terkenal, yaitu ‘Nusa kumbahang katumpaeng’, yang berarti “Tanah air kita tidak boleh dimasuki dan dikuasai musuh”.
Pada tahun 1675, datanglah Gubernur Belanda bernama Robertus Padtbrugge yang berkedudukan di Maluku, untuk mengadakan perjanjian persahabatan dengan Raja Santiago.
Namun, ajakan itu ditolak olehnya.
Selain itu, ia juga tak mau meneken kerja sama dengan VOC.
Beberapa kali dibujuk untuk menandatangani Lange Contract (Pelakat Panjang), tetapi karena kecintaannya terhadap Tanah Air, ia tetap menolak.
Prinsip Bataha tak goyah, lebih memilih tiang gantungan, daripada tunduk pada Belanda.
Akibatnya, Santiago bersama para pengikutnya terlibat dalam peperangan yang berlangsung selama empat bulan melawan VOC.
Namun, kekuatan persenjataan yang tidak seimbang serta siasat licik Belanda, membuat dia ditangkap dan dihukum mati pada tahun 1675 di Tanjung Tahuna.
Makam Bataha Santiago terletak di Desa Karatung I, Kecamatan Manganitu, Kabupaten Kep. Sangihe.
Berbentuk segi empat yang dilapisi tegel putih dengan ukuran 2,5 x 3,25 meter, pada bagian atas terdapat salib, bagian tengah prasasti yang bertuliskan riwayat hidup dan semboyan beliau yang berbunyi ‘Biar saya mati digantung tidak mau tunduk kepada Belanda’.
Sudah mengalami pemugaran dua kali. Pertama, direnovasi oleh pemerintah daerah (pemda) dan diresmikan pada 17 Agustus 1975.
Kemudian, pemugaran kedua dilakukan oleh Komandan Korem 131/ Santiago pada tanggal 10 November 1993.
Saat ini, nama Bataha Santiago diangkat menjadi nama Komando Resor Militer (Korem) 131/Santiago Provinsi Sulawesi Utara, yang terletak di Jl. Sam Ratulangi No.33, Kelurahan Wenang Utara, Kec. Wenang, Kota Manado.
Dengan demikian, Bataha Santiago menjadi Pahlawan Nasional ke-11 asal Sulut, rinciannya;
1. Dr Gerungan Saul Samuel Jacob (GSSJ) ‘Sam’ Ratulangi (SK 890/1961)
2. Arie F Lasut (SK 012/TK/1961)
3. Maria Walanda Maramis (SK 012/TK/1961)
4. Piere Tendean (SK Nomor III/koti/1965)
5. Robert Wolter Mongisidi (SK Nomor 88/TK/1973)
6. Jahja Daniel Dharma (John Lie) (SK Nomor 085/TK/2009)
7. Lambertus Nicodemus Palar (SK Nomor 68/TK/2013)
8. Bernard Wilhelm Lapian (SK Nomor 116/TK/2015)
9. AA Maramis (SK Nomor 120/TK/2019)
10. Arnold Mononutu (2020)
11. Bataha Santiago (2023)
(*/Rev)