TOMOHON– Laporan terbaru mengenai pengelolaan retribusi pelayanan persampahan di Kota Tomohon menunjukkan adanya kekurangan signifikan dalam penerimaan retribusi.
Dinas Lingkungan Hidup Daerah (DLHD) mencatat realisasi retribusi pelayanan persampahan untuk tahun 2023 sebesar Rp1.081.097.600, jauh dari potensi penerimaan yang seharusnya mencapai Rp3.075.600.000.
Artinya, terdapat sekitar Rp2.000.000.000 lebih potensi pendapatan yang hilang.
Dilansir dari LHP BPK RI 2023, terdapat 17.524 Wajib Retribusi yang terdaftar, terdiri dari 16.770 untuk rumah tinggal dan 754 untuk objek lainnya, seperti toko dan kantor.
Dari total kartu retribusi yang disalurkan sebanyak 11.779 pasang, hanya 9.411 yang berhasil diteruskan kepada Wajib Retribusi rumah tinggal.
Sisa 1.901 kartu tidak tersalurkan karena masyarakat enggan membayar retribusi.
Kondisi ini menjadi sorotan, terutama dari kalangan warga.
Seorang warga Paslaten yang meminta namanya tidak disebutkan mengungkapkan, “Alasan Dinas Lingkungan Hidup Daerah (DLHD) dinilai tidak masuk akal, pasalnya di setiap kelurahan, kami masyarakat taat membayar retribusi.”
Pernyataan serupa juga disampaikan oleh para pemilik toko di pusat Kota Tomohon.
Salah satu pengusaha menegaskan, “Kami para pengusaha di pusat Kota Tomohon juga taat membayar retribusi sampah.”
Kepala DLHD Jhon Kapoh mengakui kepada BPK bahwa rendahnya kesadaran masyarakat untuk membayar retribusi menjadi salah satu faktor utama yang mengakibatkan kekurangan penerimaan.
Ia juga mencatat bahwa jumlah petugas penagih retribusi yang terbatas dibandingkan dengan banyaknya Wajib Retribusi merupakan kendala.
Mekanisme pemungutan retribusi yang ada saat ini dinilai tidak efektif.
Pembayaran dilakukan baik secara tunai maupun non-tunai, namun realisasi penerimaan retribusi tidak dapat ditelusuri secara jelas dari mana sumbernya.
Penyetoran yang dilakukan petugas kelurahan tidak disertai informasi yang cukup mengenai Wajib Retribusi yang melakukan pembayaran.
Pada tahun 2023, DLHD telah menyalurkan kartu retribusi kepada masyarakat, namun banyak di antaranya yang tidak mengembalikan informasi kepada DLHD mengenai status pembayaran mereka.
Akibatnya, realisasi retribusi tidak bisa dilacak dengan baik, dan sering kali penyetoran dilakukan tanpa dokumentasi yang jelas.
Temuan BPK ini menjadi perhatian serius masyarakat Tomohon.
Sejumlah warga mendesak aparat penegak hukum (APH) agar mengusut kejanggalan ini.
Sayangnya, ketika media ini mencoba menghubungi Kepala Dinas Lingkungan Hidup (Kadis DLH) Kota Tomohon, John Kapoh, di kantornya, ia tidak berada di tempat.
Upaya untuk mengonfirmasi melalui nomor WhatsApp dan pesan teks juga belum mendapatkan tanggapan.
[**/ARP]