MANADO, PRONews5.com– Polda Sulawesi Utara resmi menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana hibah senilai Rp21,5 miliar dari Pemerintah Provinsi Sulut kepada Sinode GMIM periode 2020–2023. Dua pejabat telah ditahan, sementara kerugian negara ditaksir mencapai Rp8,9 miliar.
Kasus ini terungkap setelah penyelidikan intensif yang dilakukan oleh Subdit Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) Ditreskrimsus Polda Sulut.
Dalam konferensi pers pada Senin malam (7/4/2025), Kapolda Sulut Irjen Pol Roycke Harry Langie menyebut bahwa praktik korupsi dilakukan secara sistematis, melibatkan penganggaran, pencairan, hingga laporan pertanggungjawaban dana hibah yang tidak sesuai prosedur.
“Telah terjadi tindak pidana korupsi pada pemberian dana hibah dari Pemprov Sulut kepada Sinode GMIM secara melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan. Ini mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp8.967.684.405,” tegas Kapolda.
Kelima tersangka tersebut adalah:
1. AGK (Asiano Gammy Kawatu) – Asisten III Pemprov Sulut 2020–2021, Pj Sekprov 2022
2. JK (Jeffry Korengkeng) – Kepala Badan Keuangan Sulut tahun 2020
3. SK (Steve Kepel) – Sekprov Sulut Desember 2022–sekarang
4. FK (Ferdy Kaligis) – Kepala Biro Kesra Sulut 2021–sekarang
5. HA (Hein Arina) – Ketua BPMS GMIM 2018–sekarang
Dua dari lima tersangka, yaitu Jeffry Korengkeng dan Ferdy Kaligis, resmi ditahan oleh penyidik Polda Sulut pada Kamis (10/4/2025) setelah menjalani pemeriksaan intensif sejak pagi.
Keduanya dipakaikan rompi tahanan berwarna oranye dan digiring ke ruang tahanan Mapolda.
Jeffry Korengkeng, mantan Kepala Badan Keuangan Sulut, tiba di Mapolda sekitar pukul 10.00 WITA.
Ia menjalani pemeriksaan bersama Ferdy Kaligis, Kepala Biro Kesra aktif.
Setelah pemeriksaan medis, keduanya menjalani pemeriksaan lanjutan hingga akhirnya ditahan secara resmi.
Dana hibah dari Pemprov Sulut kepada Sinode GMIM yang ditujukan untuk mendukung kegiatan sosial dan keagamaan justru disalahgunakan.
Ketua Lembaga Investigasi Nasional (LIN) Kota Tomohon, Eddy Rompas, menyebut biasanya dalam kasus hibah banyak penyimpangan yang terjadi, mulai dari potongan dana, laporan fiktif, mark-up harga, hingga kegiatan yang tidak dilaksanakan.
“Banyak penerima hibah membuat laporan fiktif untuk menutupi penyimpangan, mulai dari mark-up harga hingga kegiatan yang tidak pernah dilaksanakan,” ujar Eddy Rompas, Jumat (11/4/2025).
Menurutnya, praktik seperti ini termasuk dalam gratifikasi, suap, penyalahgunaan wewenang, hingga pemalsuan dokumen, yang semuanya melanggar UU Tindak Pidana Korupsi dan KUHP.
Lembaga Investigasi Nasional (LIN) menyatakan dukungan penuh terhadap Polda Sulut dalam mengusut kasus ini hingga tuntas.
“Koruptor itu musuh negara. Harus ditangkap, dihukum seberat-beratnya.
Kami akan kawal kasus ini sampai keadilan ditegakkan,” tegas Eddy Rompas.
Kasus ini menjadi peringatan serius bagi seluruh instansi dan organisasi penerima hibah pemerintah agar mengelola anggaran secara transparan dan akuntabel.
Penegakan hukum yang tegas diharapkan menjadi efek jera bagi para pelaku korupsi dana publik,” timpal Eddy Rompas.
[**/ARP]