PRONEWS|MANADO- Polemik terkait pelantikan pejabat Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kota Tomohon menjelang Pemilukada 2024 semakin mengemuka, dengan tudingan bahwa tindakan tersebut melanggar ketentuan yang ada dalam UU Pemilu.

Pada 22 Maret 2024, pelantikan terhadap sejumlah pejabat, yang dilakukan oleh petahana Wali Kota Tomohon Caroll Joram Azarias Senduk, menuai kontroversi, dengan klaim bahwa tindakan itu dilakukan tanpa izin dari Kementerian Dalam Negeri (Mendagri) dan melanggar ketentuan batas waktu penggantian pejabat.

Pihak terkait mengklaim bahwa pelantikan tersebut tidak disengaja, karena berdasarkan informasi yang diterima, mereka baru menerima surat dari Mendagri pada 29 Maret 2024 yang menyatakan bahwa batas waktu penggantian pejabat adalah enam bulan sebelum penetapan calon.

Namun, dalil ini mendapat bantahan tegas dari para pihak yang berseberangan, yang menyebutkan bahwa klaim tersebut sangat tidak berdasar dan mengada-ada.

Sebagai dasar argumentasi, pihak yang menggugat mengacu pada UU No. 10 Tahun 2016, yang dengan tegas menyatakan bahwa batas waktu penggantian pejabat adalah enam bulan sebelum penetapan pasangan calon.

Berdasarkan Penetapan Pasangan Calon yang dijadwalkan pada 22 September 2024, penggantian pejabat seharusnya sudah tidak boleh dilakukan setelah 22 Maret 2024.

Sehingga, pelantikan pada tanggal tersebut tanpa izin dari Mendagri dianggap sebagai pelanggaran hukum yang berdampak pada diskualifikasi pasangan calon yang diuntungkan.

Mengenai pelantikan yang dilakukan pada 21 Maret 2024, pihak termohon—yaitu pasangan calon Caroll Joram Azarias Senduk dan Sendy Gladys Adolfina Rumajar—melalui kuasa hukumnya, Ralph Poluan, menegaskan bahwa pergantian pejabat dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku, dengan pelantikan tersebut dilaksanakan sebelum batas waktu enam bulan.

Namun, menurut pihak penggugat, meski pelantikan tersebut dilaksanakan pada 21 Maret 2024, tindakan itu tetap dianggap sebagai pelanggaran karena tidak mendapat izin dari Mendagri yang seharusnya diberikan untuk penggantian pejabat di luar periode tersebut.

Bawaslu Kota Tomohon juga turut memberikan klarifikasi terkait dugaan pelanggaran dalam pergantian pejabat ini.

Dalam sidang yang digelar di Mahkamah Konstitusi (MK) pada 22 Januari 2025, Stenly Kowass, perwakilan dari Bawaslu Kota Tomohon, menjelaskan bahwa meskipun ada laporan dugaan pelanggaran terkait mutasi pejabat, tidak ada bukti yang cukup untuk melanjutkan proses hukum lebih lanjut.

Hasil analisis dari klarifikasi yang dilakukan bersama Sentra Gakumdu menunjukkan bahwa tidak terdapat pelanggaran pidana pemilu, sehingga kasus ini dihentikan.

Pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tomohon nomor urut 2, Wenny Lumentut dan Octavian Michael Mait, mengajukan sengketa ini ke MK.

Mereka menuduh adanya praktik politik uang dan ketidaknetralan ASN yang dilakukan oleh petahana Caroll Joram Azarias Senduk.

Kuasa hukum paslon nomor urut 2, Heivy Mariska Agustina Mandang, menyoroti pelanggaran yang terjadi pada pasal 71 ayat 2, yang mengatur penggantian pejabat enam bulan sebelum penetapan calon.

Mereka juga menilai bahwa praktik tersebut telah melibatkan ASN Pemkot Tomohon, yang seharusnya netral dalam proses Pilkada.

Dengan selisih suara yang tipis, sekitar 1.600 suara atau 2,47%, tim hukum pasangan calon nomor urut 2 menyatakan bahwa ada dugaan adanya praktik politik uang dan adanya pelanggaran aturan terkait pelantikan pejabat yang merugikan pihak mereka.

Mereka optimistis bahwa Mahkamah Konstitusi akan memutuskan untuk mendiskualifikasi pasangan calon yang diuntungkan atau meminta Pemilukada Kota Tomohon dilaksanakan ulang (PSU).

Sidang yang terus berlangsung di MK akan menjadi penentu apakah pelantikan pejabat pada 22 Maret 2024 benar-benar melanggar hukum dan berdampak pada kelayakan pasangan calon yang dilaporkan.

Semua pihak kini menunggu keputusan akhir yang akan mengungkap apakah proses pelantikan tersebut akan berujung pada diskualifikasi atau bahkan pemungutan suara ulang dalam Pemilukada Kota Tomohon.

Penulis: ARP