PRONEWS|TOMOHON- Mahkamah Konstitusi (MK) tengah mengusut gugatan terkait dugaan pelanggaran hukum oleh petahana Wali Kota Tomohon, Caroll Senduk, dalam Pemilihan Wali Kota (Pilkada) Tomohon 2024.
Kasus ini mengemuka setelah adanya bukti pelanggaran terkait penggantian pejabat (rolling) yang melanggar Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Menurut aktivis demokrasi, Jeffrey Sorongan, pelanggaran ini cukup jelas dan tidak memerlukan bukti tambahan untuk mendiskualifikasi pasangan calon petahana Caroll Senduk dan Sendy Rumayar.
Pelanggaran yang ditudingkan terhadap Caroll Senduk terkait penggantian pejabat di Pemerintah Kota Tomohon pada tanggal 22 Maret 2024.
Hal ini terjadi setelah batas waktu enam bulan sebelum pencoblosan, yang tercantum dalam Undang-Undang Pilkada, berakhir pada 22 Maret 2024.
Undang-Undang ini mengatur bahwa penggantian pejabat oleh petahana hanya bisa dilakukan jika mendapat izin dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Namun, pelantikan tersebut dilakukan tanpa izin resmi dari Mendagri, sebuah tindakan yang dianggap melanggar hukum dan bisa berujung pada diskualifikasi.
Menurut Sorongan, alasan yang diajukan oleh tim hukum Caroll Senduk bahwa pelantikan pejabat tersebut dilakukan “tidak sengaja” jelas tidak dapat diterima sebagai pembelaan.
“Tidak ada ruang tafsir dalam hal ini. Pelanggarannya jelas, dan hukum positif harus ditegakkan,” tegasnya.
Penyelidikan lebih lanjut dalam sidang PHPU Pilkada Tomohon mengungkapkan bahwa terdapat bukti keterlibatan aparatur sipil negara (ASN) dalam mendukung pasangan calon petahana.
Kuasa hukum pasangan calon Wenny Lumentut dan Octavian Michael Mait, Profesor Denny Indrayana, menyebutkan bahwa ASN terlibat dalam grup WhatsApp yang digunakan untuk mendukung kampanye Caroll Senduk.
Denny juga menyoroti bahwa Caroll Senduk mengakui adanya pelanggaran terkait penggantian pejabat ASN yang melanggar ketentuan Pasal 71 ayat (2) UU Pilkada.
Selain itu, pihak pemohon juga mengungkapkan adanya penyalahgunaan fasilitas pemerintah, seperti penggunaan rumah dinas Wali Kota Tomohon untuk penghitungan cepat hasil Pilkada.
Mereka juga menuduh adanya praktik politik uang, dengan pembagian sembako dan uang tunai menjelang pemungutan suara sebagai bentuk imbalan kepada pemilih.
Dugaan lain yang diungkapkan dalam persidangan adalah ketidaknetralan ASN yang terlibat dalam kampanye melalui media sosial dan WhatsApp.
Pihak pemohon membeberkan bukti bahwa sejumlah ASN terlibat dalam aktivitas politik yang mendukung petahana, bahkan membagikan gambar kampanye dan pesan-pesan partisan.
Selain itu, terdapat juga dugaan penyalahgunaan bantuan sosial dan program lainnya sebagai alat untuk mendongkrak elektabilitas pasangan calon petahana.
Praktik ini semakin memperburuk citra Caroll Senduk sebagai petahana yang dianggap melanggar prinsip netralitas dan keadilan dalam Pilkada.
Dengan serangkaian pelanggaran yang terungkap, pemohon meminta agar Mahkamah Konstitusi membatalkan hasil Pilkada Tomohon yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Tomohon pada 3 Desember 2024.
Pemohon juga meminta agar dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di beberapa kelurahan yang terindikasi adanya kecurangan dan pelanggaran, tanpa melibatkan pasangan calon nomor urut 3, Caroll Senduk dan Sendy Rumayar.
[**/ARP]