MANADO– Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Independen Nasionalis Anti Korupsi (INAKOR) melalui Ketua Rolly Wenas menyampaikan apresiasi atas langkah awal yang diambil Kapolda Sulawesi Utara, Irjen Pol. Roycke Langie, dalam mengungkap dugaan tindak pidana korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara.

Menurut Wenas, kepemimpinan Langie memberi harapan baru bagi upaya pemberantasan korupsi di Sulut.

“Kami memberikan apresiasi atas tindakan Pak Kapolda yang memulai langkah pengungkapan dugaan kasus penyalahgunaan keuangan.

Satu demi satu kasus mulai diungkap, yang ini jelas membawa harapan,” ujar Wenas saat diwawancarai Jumat (25/10/2024).

Wenas, yang juga tokoh anti-korupsi Sulut, menyoroti kasus lama yang disebut belum tersentuh hukum, yakni dugaan penyimpangan dalam proyek Pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di kawasan Sario, Manado.

Proyek dengan anggaran Rp14,47 miliar pada APBD Sulut 2020 tersebut dinilai menyimpan sejumlah kejanggalan yang perlu ditindaklanjuti.

Wenas mendesak agar Kapolda Sulut segera memanggil pihak-pihak terkait, termasuk Pengguna Anggaran, untuk dimintai keterangan mengenai alokasi dana proyek yang ternyata beralih fungsi menjadi renovasi/rehabilitasi Gedung Hall B Koni Sario.

Proyek yang dilaksanakan oleh PT Samudra Abadi Sejahtera ini melalui mekanisme tender-pascakualifikasi dengan sistem gugur pada tahap harga terendah.

“Jika memang ada oknum yang terlibat, Kapolda harus bertindak tegas dengan menangkap mereka,” tegas Wenas.

INAKOR mengungkap bahwa berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, ditemukan beberapa hal yang menunjukkan potensi kerugian negara dalam proyek RTH Sario:

  1. Keterlambatan Tanpa Sanksi Denda
    Berdasarkan LHP nomor 1.B/LHP/XIX.MND/04/2021, ditemukan bahwa denda keterlambatan yang seharusnya diterapkan pada proyek tersebut, senilai Rp460,61 juta, belum diberlakukan.
  2. Kekurangan Volume Pekerjaan
    Laporan tahun berikutnya (LHP nomor 1.B/LHP/XIX.MND/05/2022) mencatat adanya kekurangan volume pekerjaan yang berakibat pada potensi kerugian senilai Rp467,47 juta.
  3. Penataan Hall B sebagai Penggunaan Dana Utama
    Berdasarkan analisis INAKOR, proyek RTH ini menunjukkan fokus yang bergeser pada penataan Hall B dengan anggaran signifikan mencapai Rp11,88 miliar dari keseluruhan nilai proyek. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai penggunaan dana tersebut sesuai peruntukannya.

Proses tender proyek ini juga menjadi sorotan.

Berdasarkan data dari situs LPSE, tender proyek hanya diikuti dua peserta dari 44 pendaftar awal, yakni PT Samudra Abadi Sejahtera dan PT Monodon Pilar Nusantara, dengan PT Samudra Abadi Sejahtera dinyatakan sebagai pemenang dengan nilai negosiasi Rp14,47 miliar.

Wenas menjelaskan bahwa hanya satu peserta yang akhirnya menyerahkan dokumen kualifikasi dan penawaran, yang seharusnya menjadi indikasi perlunya kajian ulang terhadap proses tender ini.

Mengingat banyaknya indikasi penyimpangan, INAKOR mendesak Kapolda Sulut agar melakukan koordinasi dan supervisi intensif terhadap kasus ini, untuk memastikan langkah penegakan hukum yang jelas dan adil.

“Kasus ini adalah ujian besar bagi penegakan hukum di Sulawesi Utara, jangan sampai hanya menjadi isu yang tidak diselesaikan,” ujar Wenas dengan nada prihatin.

LSM INAKOR berharap agar langkah-langkah tegas dari pihak kepolisian dapat segera dilakukan guna mengembalikan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di daerah tersebut, serta menciptakan efek jera bagi oknum yang terbukti melakukan tindakan korupsi.

Dengan terungkapnya temuan BPK, INAKOR mendorong agar setiap tahapan pembangunan daerah lebih diawasi dan ditelusuri secara ketat.

Rolly Wenas menyatakan bahwa keberlanjutan dari upaya pemberantasan korupsi ini sangat bergantung pada keberanian aparat hukum dalam bertindak terhadap oknum-oknum yang terindikasi merugikan negara.

“Kami menaruh harapan besar pada Kapolda Sulut, agar tak ragu untuk membuka tabir kasus-kasus korupsi yang ada,” pungkasnya.

[**/ARP]