Tomohon, PRONews5.com – Nama Jendri Pitoy mungkin tak lagi menggema di dunia sepak bola Indonesia seperti dulu. Namun, bagi pencinta sepak bola nasional, ia tetap dikenang sebagai salah satu penjaga gawang terbaik yang pernah dimiliki negeri ini.

Jendri, yang lahir di Tomohon, Sulawesi Utara, pada 15 Januari 1981, pernah menjadi tembok kokoh di bawah mistar gawang Tim Nasional Indonesia.

Kariernya melesat sejak membela Persma Manado, lalu menarik perhatian klub-klub besar seperti Persikota Tangerang, Persipura Jayapura, Persija Jakarta, dan Persib Bandung.

Di Persipura Jayapura, ia menjadi bagian dari generasi emas yang membawa tim berjuluk “Mutiara Hitam” meraih trofi Liga Indonesia 2005 dan Liga Super Indonesia 2008-2009, serta Community Shield Indonesia 2009.

Tak hanya di level klub, Jendri juga membela Timnas Indonesia di ajang internasional dan menjadi bagian dari skuad yang meraih runner-up Piala AFF 2002 dan 2004.

Namun, setelah pensiun dari sepak bola profesional, kehidupan Jendri berubah drastis.

Kini, ia beralih profesi menjadi pedagang babi di Pasar Wilken, Kota Tomohon.

Dalam wawancara eksklusif dengan PRONews5.com, Jendri mengungkapkan realitas pahit yang dihadapi banyak mantan atlet di Indonesia.

“Saya sekarang berdagang, Bang. Kalau tidak berdagang, saya dan keluarga mau makan apa?” ujarnya dengan nada lirih.

Jendri berharap pemerintah, khususnya Gubernur Sulawesi Utara yang baru, Mayjen TNI (Purn.) Yulius Selvanus Komaling (YSK), dapat lebih memperhatikan nasib atlet, terutama mereka yang telah berjuang mengharumkan nama daerah dan bangsa.

“Sulut ini gudangnya atlet sepak bola. Saya berharap olahraga sepak bola kembali berjaya, dan nasib para atlet juga diperhatikan. Jangan sampai mereka bernasib seperti saya, yang akhirnya harus meninggalkan dunia bola dan banting setir menjadi pedagang,” pungkasnya.

Kisah Jendri Pitoy menjadi tamparan keras bagi dunia olahraga Indonesia.

Sosok yang pernah menjadi kebanggaan negeri ini kini berjuang di luar lapangan demi menyambung hidup.

Saatnya pemerintah dan pemangku kebijakan menaruh perhatian lebih terhadap masa depan para atlet setelah mereka pensiun dari dunia olahraga.

[**/ARP]