TOMOHON- Sejumlah masyarakat Kota Tomohon, Provinsi Sulawesi Utara, mendesak Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan aparat penegak hukum (APH) untuk segera memeriksa seluruh penyelenggara Pemilu 2024 di Kota Tomohon.
Desakan ini mencuat akibat keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Tomohon yang membatalkan status calon legislatif (caleg) PDI-P terpilih, Ir. Adolfien Supit, meskipun ia telah memenuhi semua persyaratan yang ditetapkan oleh KPU.
“Semua syarat sudah terpenuhi, termasuk surat keterangan dari pengadilan dan dari kepolisian, belum lagi ada proses verifikasi faktual, semua telah diikuti,” ujar Adi Ering dan Romli Kalumata pada Jumat (12/7/2024).
Mereka mengkritik kinerja penyelenggara Pemilu 2024 yang dinilai tidak profesional.
Ada kekhawatiran bahwa dugaan kejahatan politik ini bisa terulang menjelang Pilkada Walikota Tomohon 2024.
Keputusan KPU Tomohon yang dianggap tidak adil ini menjadikan Adolfien Supit sebagai korban.
Sejak awal proses Pemilu legislatif, Adolfien dinyatakan memenuhi syarat administrasi dan telah ditetapkan sebagai caleg terpilih yang tinggal menunggu pelantikan.
Namun, secara mengejutkan, namanya hilang dari daftar pada SK perubahan yang dikeluarkan oleh KPU pada Minggu, 23 Juni 2024.
Pembatalan ini tidak hanya menimbulkan keraguan terhadap proses pemilu di Kota Tomohon, tetapi juga menciptakan ketidakpastian bagi caleg terpilih serta mengecewakan masyarakat, khususnya 1.886 pemilih yang mendukung Adolfien Supit.
Keputusan KPU ini membawa dampak sosial dan politik yang signifikan, termasuk ancaman hukum terhadap lembaga tersebut atas kelalaian administratif yang dianggap serius.
Ketidakpuasan terhadap keputusan ini memicu aksi demonstrasi oleh sekelompok massa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pemerhati Demokrasi (AMPD) pada Senin, 24 Juni 2024. Mereka mendemo KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Tomohon.
Di kantor Bawaslu Kota Tomohon, massa diterima oleh Ketua Bawaslu, Stenly Kowaas, yang menjelaskan bahwa Bawaslu bekerja sesuai dengan amanat undang-undang sebagaimana Perbawaslu Nomor 7 Tahun 2020 dan Perbawaslu Nomor 8 Tahun 2020.
“Bawaslu Tomohon harus menindaklanjuti setiap informasi dari berbagai pihak terkait proses pemilihan yang berlangsung,” jelasnya.
Kowaas menambahkan bahwa laporan dari Bawaslu yang disertai bukti-bukti baru membuat KPU harus menaati aturan sesuai undang-undang PKPU.
Setelah mendapatkan penjelasan dari Bawaslu, massa kemudian bergerak menuju kantor KPU Tomohon.
Puluhan massa diterima langsung oleh Ketua KPU Kota Tomohon, Albertien G.V. Pijoh, bersama dengan anggota lainnya. Di hadapan massa, Pijoh menyatakan bahwa KPU mengeluarkan SK perubahan berdasarkan aturan yang ada dan keputusan ini belum final.
“Kami tetap memberikan ruang untuk pencari keadilan lewat jalur hukum yang ada, yakni PTUN,” ujar Pijoh.
Pijoh menambahkan bahwa awalnya proses ini berjalan mulus, namun adanya laporan dari Bawaslu yang disertai bukti-bukti baru, seperti laporan dari Lapas dan Bapas, membuat KPU harus mengikuti aturan yang ada.
Masyarakat Tomohon berharap agar DKPP dan APH segera mengambil tindakan tegas untuk memastikan keadilan dan transparansi dalam proses pemilu di Kota Tomohon serta mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan.
[**/ARP]