PRONEWS|JAKARTA– Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Minahasa Tenggara Nomor Urut 3, Djein Leonora Rende dan Ascke Alexander Benu, mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) dengan dalil adanya pelanggaran yang bersifat Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM).
Gugatan ini terkait keterlibatan birokrasi dalam memenangkan Pasangan Calon Nomor Urut 1, Ronald Kandoli dan Fredy Tuda. Persidangan awal sengketa hasil Pemilihan Bupati Minahasa Tenggara yang terdaftar sebagai Perkara Nomor 86/PHPU.BUP-XXIII/2025 digelar pada Selasa (14/1/2025).
Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan, Ketua Panel Hakim Saldi Isra menyoroti surat penarikan permohonan yang sebelumnya diterima MK, namun kemudian dicabut tanpa surat pembatalan resmi.
“Ini resmi Anda mengirimkan surat menarik kembali permohonan ini, tapi tiba-tiba dibatalkan tanpa ada surat pembatalan,” ujar Saldi Isra kepada pihak kuasa hukum Pemohon.
Menanggapi hal tersebut, kuasa hukum Pemohon, Yohanes, menjelaskan bahwa pencabutan dilakukan oleh salah satu kuasa hukum yang kini telah mereka tarik.
“Mohon maaf, Yang Mulia, pencabutan itu oleh satu orang kuasa hukum, dan kami akan mencabut kuasa hukum tersebut,” tegas Yohanes.
Dalam sidang tersebut, Pemohon memaparkan dugaan keterlibatan birokrasi dalam memenangkan Pihak Terkait.
Menurut Yohanes, birokrasi diduga digunakan untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan pemerintahan yang secara langsung mempromosikan Pihak Terkait.
Aparatur Pemerintah Kabupaten Minahasa Tenggara dari tingkat SKPD hingga kepala desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) diduga terlibat dalam pelanggaran ini.
“Pelibatan ini dilakukan dengan menyalahgunakan jabatan oknum PJS Bupati beserta jajaran aparat pemerintah untuk mempengaruhi, mengintimidasi, bahkan memberikan janji kenaikan tunjangan bagi pejabat yang berpihak kepada Paslon Nomor Urut 1.
Mereka yang tidak patuh diberi ancaman mutasi atau non-job,” ungkap Yohanes.
Lebih lanjut, Pemohon juga mengungkap adanya pertemuan tertutup yang dihadiri oleh jajaran SKPD dan Pihak Terkait untuk mengarahkan dukungan secara diam-diam.
Tindakan ini, menurut Pemohon, tidak hanya merugikan pihaknya tetapi juga menciptakan ketakutan di kalangan aparatur negara.
Berdasarkan temuan tersebut, Pemohon meminta Mahkamah Konstitusi untuk:
1. Memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Minahasa Tenggara menggelar Pemungutan Suara Ulang (PSU) tanpa diikuti Paslon Nomor Urut 1.
2. Mendiskualifikasi Paslon Nomor Urut 1 karena dianggap melakukan pelanggaran serius berupa pelibatan birokrasi dalam pemenangan.
Pemohon menegaskan bahwa pelanggaran yang mereka alami adalah bentuk pelanggaran TSM yang berdampak signifikan pada hasil pemilihan.
Sidang lanjutan atas perkara ini akan dijadwalkan oleh MK setelah mendengar pokok permohonan dari Pemohon.
[**/WIL]