PRONEWS|TOMOHON- Bukti-bukti yang diajukan pasangan calon (Paslon) petahana Caroll Senduk dan Sendy Rumajar (CSSR) dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) di Mahkamah Konstitusi (MK) mendapat sorotan tajam.
Sejumlah kejanggalan pada bukti yang diajukan mengindikasikan potensi penolakan dari hakim MK.
Salah satu bukti yang diajukan oleh pihak CSSR adalah tudingan bahwa Wenny Lumentut, calon Wali Kota Tomohon, mendistribusikan bantuan beras saat masa kampanye atau setelah penetapan calon.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa bantuan beras tersebut diberikan kepada keluarga yang berduka pada 9 April 2024, jauh sebelum penetapan calon.
“Anehnya, bantuan sosial untuk keluarga berduka ini justru dijadikan alat bukti oleh kuasa hukum CSSR.
Padahal, aksi sosial seperti ini sudah rutin dilakukan Pak Wenny Lumentut jauh sebelum beliau mencalonkan diri,” ungkap Bimo Tulung, seorang warga Kota Tomohon, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), pada Kamis (23/1/2025).
Bimo menambahkan bahwa masyarakat Sulawesi Utara mengenal Wenny Lumentut sebagai sosok pengusaha yang dermawan dan konsisten membantu masyarakat.
“Beliau bukan tipe politisi yang tiba-tiba jadi Santa Claus saat ada hajatan politik,” tegasnya.
Selain bantuan beras, pihak CSSR juga mengajukan video sambutan Wenny Lumentut dalam deklarasi Relawan Elite Army Rajawali WL-MM pada 8 Juni 2024 sebagai bukti di MK.
Namun, Ketua Elite Army Rajawali, Raffi Tuda Rengkung, menegaskan bahwa video tersebut telah diedit untuk menciptakan narasi negatif terhadap Wenny.
“Video tersebut dipotong dan diedit untuk memfitnah Pak Wenny.
Padahal, beliau hanya mengingatkan ASN untuk tidak berpolitik praktis karena itu melanggar aturan,” ujar Raffi, didukung oleh Maykel Pijoh dan Christo Senduk yang turut hadir dalam deklarasi tersebut.
Kuasa hukum CSSR juga menyebut Wenny Lumentut sebagai calon petahana, padahal faktanya Wenny telah mundur dari jabatan Wakil Wali Kota Tomohon sejak 27 Juli 2023 untuk maju dalam pemilihan anggota DPR RI.
Tuduhan ini dianggap tidak berdasar dan tidak relevan dalam konteks Pilkada 2024.
“Pihak terkait perlu mencermati bukti dengan teliti agar pembuktiannya akurat,” tambah Bimo Tulung.
Pasangan Wenny Lumentut dan Octavian Michael Mait (WL-MM) mengajukan perkara Nomor 23/PHPU.WAKO-XXIII/2025 dengan tuduhan pelanggaran netralitas ASN dan praktik politik uang oleh pasangan CSSR.
Kuasa hukum WL-MM, Heivy Mariska Agustina Mandang, mengungkapkan adanya dugaan pelanggaran Pasal 71 Ayat 2 dan 3 UU Pilkada.
“Penggantian pejabat oleh petahana dalam masa enam bulan sebelum pemilihan jelas melanggar aturan.
Kami melihat adanya pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), serta ketidaknetralan ASN yang merugikan paslon nomor 2,” ungkap Heivy.
Dengan selisih suara hanya 1.600 atau 2,47%, Heivy optimistis bahwa bukti yang diajukan cukup kuat untuk meminta diskualifikasi pasangan petahana atau pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU).
“Kami menyerahkan sepenuhnya pada majelis hakim MK untuk menilai bukti dan fakta,” pungkasnya.
[**/ARP]