Oleh: Citra Kurnia Khudori)*

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) memerlukan penguatan koordinasi antara sekolah dan Badan Gizi Nasional (BGN) untuk memastikan distribusi berjalan aman dan tertib.

Peningkatan koordinasi ini menjadi penting setelah sejumlah evaluasi menunjukkan perlunya standar keamanan yang lebih matang di lapangan.

Di berbagai daerah, sekolah mulai memperkuat komunikasi dengan BGN agar proses penerimaan dan penyaluran MBG tidak hanya tepat waktu, tetapi juga meminimalkan potensi risiko bagi peserta didik.

Upaya ini menjadi bagian dari langkah bersama untuk memastikan implementasi MBG tetap memberi manfaat maksimal tanpa mengabaikan aspek keselamatan.

Kepala BGN Dadan Hindayana menyatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan pihak sekolah terkait penerimaan makanan program MBG.

Hal itu bertujuan untuk memastikan aspek keamanan dalam penerimaan makanan untuk para siswa. 

Sebenarnya dalam hal ini, bukan hanya BGN yang perlu memiliki komunikasi yang baik dengan sekolah, tetapi juga pemerintah daerah setempat, mitra dan yayasan.

Mereka merupakan perwakilan BGN di lapangan yang dapat menjadi penyaring aspirasi dan kebutuhan pihak sekolah. 

Para mitra dan pemilik Yayasan pengelola Satuan Pelaksana Pelayanan Gizi (SPPG) harus peduli kepada sekolah-sekolah yang para siswanya menjadi penerima manfaat MBG dari dapur mereka.

Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang mengimbau mitra dan pemilik Yayasan untuk memiliki kesadaran sosial dan tanggap akan kekurangan sekolah-sekolah itu, sebagaimana niat awal pelaksanaan program MBG. 

Nanik tak hanya menyinggung soal aspek makanan saja, namun juga infrastruktur sekolah dan fasilitas pendidikan yang diperlukan oleh siswa.

Tentunya dengan infrastruktur dan fasilitas yang memadai dapat turut berpengaruh pada kelancaran distribusi manfaat program MBG. 

Nanik menceritakan latar belakang pelibatan Yayasan dalam program MBG. Dari awal, kata dia, saat merancang program MBG tahun lalu, Presiden Prabowo Subianto memang tidak mau melibatkan PT dan CV sebagai mitra SPPG.

Hanya yayasan-yayasan non-profit yang dilibatkan seperti yayasan pendidikan, agama, dan sosial karena program ini sifatnya bantuan pemerintah. 

Namun, perubahan pandangan itu bergeser untuk mengejar target pembangunan. Pada pelaksanaannya, kemudian muncul Yayasan-yayasan baru yang sebenarnya sama sekali tidak bergerak dalam bidang Pendidikan, agama, maupun sosial sebagai mitra SPPG. 

Nanik menegaskan agar yayasan-yayasan baru tersebut tidak keterlaluan dalam mencari keuntungan, mengutamakan hati Nurani, dan fokus pada pembenahan gizi siswa-siswa di sekolah.

Ia pun sudah berkoordinasu dengan Wakil Ketua BGN bidang Tata Kelola, Sonny Sanjaya untuk membuat petunjuk teknis yang lebih tegas, yakni 30 persen dari pendapatan mitra harus untuk sosial dan Pendidikan agar keberadaan mitra dan Yayasan swasta tersebut tidak mencederai tujuan mulia Presiden. 

Melalui pendekatan yang berdasarkan hati nurani itu, mitra dan yayasan dapat menggali kebutuhan-kebutuhan sekolah yang dapat menunjang pemanfaatan program MBG agar lebih optimal. Sehingga koordinasi dan komunikasi yang baik antar mitra, yayasan, dan sekolah menjadi kunci dalam perbaikan aspek kualitas dan keamanan. 

Sementara itu, bantuan pengawasan sekaligus respon cepat dari pemerintah daerah setempat juga diperlukan mengingat luasnya wilayah Indonesia dan beragamnya budaya pangan di tiap daerah.

Gubernur Provinsi banten Andra Soni berkomitmen untuk memperkuat koordinasi dengan BGN dalam mendukung pelaksanaan program MBG, khususnya di wilayah Banten. 

Andra Soni mengungkapkan, koordinasi menjadi pondasi penting agar pelaksanaan program MBG memberikan dampak langsung bagi sekolah dan peserta didik. Pemprov Banten mendukung program yang menjadi prioritas Presiden Prabowo. 

Ia menerangkan, Pemprov Banten terus menindaklanjuti berbagai persoalan teknis di lapangan terkait pelaksanaan MBG, mulai dari kesiapan dapur, pemenuhan sertifikasi Laik Higiene Sanitasi (LHS) hingga distribusi bahan pangan ke sekolah-sekolah penerima manfaat.

Andra Soni mengungkapkan, pengawasan dilakukan Bersama antara Pemprov dan BGN agar pelaksanaan program MBG berjalan sesuai standar yang ditetapkan. 

Dengan berbagai dinamika tersebut, penguatan koordinasi antara sekolah, BGN, pemerintah daerah, mitra, dan yayasan menjadi pondasi yang tak bisa ditawar.

Kerja sama lintas pihak inilah yang akan memastikan program MBG berjalan aman, berkualitas, dan tepat sasaran.

Keberhasilan MBG juga sangat ditentukan oleh komitmen para pengelola SPPG untuk menempatkan kepentingan siswa sebagai prioritas utama.

Ketika seluruh pemangku kepentingan menyelaraskan langkah, standar keamanan dan kualitas layanan dapat meningkat secara konsisten.

Pada akhirnya, MBG bukan hanya soal distribusi makanan bergizi, tetapi juga upaya kolektif untuk memastikan lingkungan sekolah yang aman, sehat, dan mendukung tumbuh kembang anak.

Dengan koordinasi yang terus diperkuat, program ini berpotensi menjadi model pelayanan publik yang menjaga keberlanjutan sekaligus keberpihakan pada peserta didik di seluruh Indonesia.

)* Pemerhati Isu Sosial-Ekonomi