TOMOHON– Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, isu keterlibatan perangkat kelurahan dalam politik praktis semakin memanas. Tokoh Masyarakat Tomohon, Josis Ngantung, menyerukan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Tomohon untuk segera menindak tegas perangkat kelurahan yang terlibat dalam aktivitas politik, yang dinilai meresahkan warga.

Pernyataan ini disampaikan pada Minggu (3/11/2024), di tengah maraknya mobilisasi massa oleh oknum perangkat kelurahan yang mendukung calon petahana.

“Mobilisasi massa yang melibatkan perangkat kelurahan bukan lagi rahasia umum dan sangat memalukan.

Mereka bahkan secara terbuka memposting kehadiran mereka di setiap kegiatan yang digelar oleh calon petahana,” ungkap Ngantung. Ia menegaskan bahwa tindakan tersebut jelas melanggar ketentuan yang ada.

Josis Ngantung juga meminta agar Penjabat Sementara Walikota Tomohon, Ir. Fereydy Kaligis, memberikan sanksi tegas kepada perangkat kelurahan yang terlibat dalam politik praktis yang menguntungkan calon tertentu.

“Kami meminta Bawaslu Tomohon untuk tidak diam melihat pelanggaran-pelanggaran yang dapat merugikan calon lainnya,” tegasnya.

Peringatan dari Bawaslu RI

Peringatan serupa juga disampaikan oleh Koordinator Tenaga Ahli (Korta) Bawaslu RI, Dr. Bachtiar, dalam kunjungannya ke Sekretariat Bawaslu Kota Manado pada (2/11/2024).

Dalam kesempatan itu, Dr. Bachtiar menekankan pentingnya netralitas bagi perangkat Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) selama masa kampanye.

“Meski secara spesifik tidak ada larangan bagi perangkat RT/RW untuk berkampanye, sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 18 Tahun 2018, mereka tetap dilarang menjadi anggota partai politik.

Kami menyarankan agar perangkat RT/RW tidak ikut serta dalam kegiatan kampanye atau menjadi bagian dari Tim Kampanye,” jelasnya.

Bawaslu juga menegaskan bahwa ada mekanisme penindakan bagi perangkat RT/RW yang terlibat dalam politik praktis.

Jika ditemukan pelanggaran, Bawaslu akan berkoordinasi dengan pejabat berwenang, termasuk wali kota atau bupati, untuk memberikan pembinaan atau teguran.

Dalam Permendagri Nomor 18 Tahun 2018, jelas dinyatakan bahwa pengurus RT/RW tidak boleh terafiliasi dengan partai politik. Pasal 3 ayat 2f dan Pasal 8 ayat 5 melarang mereka untuk menjadi anggota partai politik, sementara kepala daerah bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan terhadap netralitas perangkat RT/RW,” ujarnya.

[**/ARP]