JAKARTA, PRONews5.com – Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) resmi membekukan kepengurusan versi Hendry Ch Bangun (HCB), sementara Dewan Pers tidak lagi mengakui HCB sebagai Ketua Umum PWI dan melarangnya menggunakan fasilitas organisasi.
Ketua Umum PWI Pusat Zulmansyah Sekedang, didampingi Sekjen Wina Armada, menegaskan bahwa status HCB sebagai Ketua Umum PWI sudah tidak sah secara etik maupun konstitusional, karena yang bersangkutan telah diberhentikan sebagai anggota akibat pelanggaran berat.
“Ini bukan sekadar opini. Hendry sudah diberhentikan penuh karena kasus cashback dana UKW. Maka, secara konstitusi, ia otomatis gugur dari jabatan Ketua Umum,” tegas Zulmansyah dalam konferensi pers di Jakarta, Minggu (15/6/2025).
Meski begitu, HCB tetap mengklaim dirinya sebagai Ketua Umum sah dan melakukan aktivitas organisasi yang memicu dualisme di tubuh PWI.
Atas mediasi Dewan Pers, kedua belah pihak sebenarnya telah menyepakati Kongres Persatuan PWI dengan prinsip “kosong-kosong” sebagai upaya rekonsiliasi.
Namun, sehari setelah penandatanganan kesepakatan, HCB justru menyatakan dirinya sebagai pemimpin PWI yang paling sah saat menghadiri acara di Indramayu, Jawa Barat.
Pernyataan tersebut dinilai menciderai semangat rekonsiliasi dan disesalkan banyak pihak, termasuk tokoh senior PWI.
Zulmansyah mendorong percepatan Kongres Persatuan PWI agar tidak ada lagi pihak yang memanipulasi opini. “Kalau bisa digelar Juli, tidak perlu tunggu Agustus. Steering Committee dan Organizing Committee sudah mulai bekerja,” jelasnya.
Fakta dan Konteks:
Keputusan Organisasi:
Pemecatan HCB diputuskan tiga lembaga sah: Dewan Kehormatan PWI Pusat, PWI DKI Jakarta, dan Kongres Luar Biasa (KLB).
Pelanggaran: Pengakuan menerima cashback dana UKW, pembentukan DK tandingan, dan penyalahgunaan atribut organisasi.
Status Administratif:
Kemenkumham membekukan kepengurusan versi HCB.
Dewan Pers melarang penggunaan simbol dan fasilitas PWI oleh HCB.
Penjelasan Etik dan Hukum:
Zulmansyah menegaskan, SK Kemenkumham tidak mengesahkan kepemimpinan jika secara etik telah gugur.
Putusan sela pengadilan tidak membatalkan keputusan organisasi dan belum bersifat final.
“Wartawan harus paham perbedaan legalitas administratif dan keabsahan organisasi secara konstitusional,” tambah Zulmansyah.
Sementara itu Ketua PWI Sulawesi Utara (Sulut), Fanny Loupatty, mengimbau seluruh wartawan untuk tidak terpengaruh opini menyesatkan dan mendukung rekonsiliasi.
“Saya mengajak seluruh wartawan di Sulut agar tidak larut dalam opini sepihak dan tetap berpijak pada keputusan organisasi yang sah.
“Hendry sudah diberhentikan penuh karena pelanggaran etik. Maka secara konstitusi, dia tidak lagi sah memimpin PWI,” tegas Loupatty yang akrab disapa Maemossa.
Ia juga menyerukan agar seluruh anggota PWI Sulut mendukung proses rekonsiliasi demi menjaga nama baik organisasi. “PWI adalah milik bersama. Jangan dikorbankan demi ambisi pribadi. Kita jaga marwah dan profesionalisme,” pungkasnya.
PWI menyerukan seluruh anggota dan media agar tidak terjebak narasi yang memperkeruh keadaan. Fokus utama saat ini adalah memperkuat rekonsiliasi demi PWI yang bersatu dan berwibawa.
[**/ARP]