MANADO, PRONews5.comPernyataan Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Sulawesi Utara (Sulut), Steven Liow, yang mengakui kepemimpinan Voucke Lontaan sebagai Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sulut, menuai kecaman keras dari jajaran PWI Sulut.

Pernyataan tersebut dianggap sebagai bentuk intervensi terhadap urusan internal organisasi wartawan yang seharusnya independen dari campur tangan pemerintah.

Kisruh ini bermula saat Steven Liow dalam wawancara dengan media online pada Senin (3/3/2025) menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi Sulut hanya mengakui kepemimpinan Voucke Lontaan, meskipun PWI Pusat telah secara resmi menunjuk Vanny Loupatty sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua PWI Sulut.

Pernyataan ini langsung mendapat tanggapan tegas dari PWI Sulut. Wakil Ketua PWI Sulut Bidang Advokasi dan Pembelaan Wartawan, Adrianus R. Pusungunaung, menegaskan bahwa seorang pejabat pemerintah tidak seharusnya ikut campur dalam urusan internal organisasi profesi.

“Seharusnya Pak Steven Liow fokus mengurus komunikasi dan informasi pemerintahan, bukan mencampuri urusan organisasi wartawan.

PWI adalah organisasi independen, bukan di bawah kendali pemerintah,” tegas Adrianus yang akrap di sapa Adrian pada Minggu (16/3/2025).

Adrian uga menegaskan bahwa tidak ada dualisme kepemimpinan di PWI Sulut maupun di tingkat pusat.

“Tidak ada dualisme PWI di Sulut atau di pusat. Hendry Ch. Bangun telah dipecat secara sah oleh PWI Pusat, dan keputusan itu final,” ujarnya.

Menurut Adrian, pemecatan Hendry Ch. Bangun dari jabatan Ketua Umum PWI Pusat telah melalui tiga tahapan resmi, yaitu:

  1. Pemecatan oleh Dewan Kehormatan PWI Pusat atas dugaan penyalahgunaan dana Uji Kompetensi Wartawan (UKW) senilai Rp6 miliar.
  2. Pengesahan pemecatan oleh PWI Provinsi DKI Jakarta, tempat keanggotaan Hendry Ch. Bangun
  3. Keputusan Kongres Luar Biasa (KLB) PWI Agustus 2024, yang menegaskan bahwa semua tindakan Hendry Ch. Bangun setelah pemecatan adalah ilegal.

Sekretaris Jenderal PWI Pusat, Wina Armada Sukardi, juga mempertegas bahwa pemecatan tersebut bukanlah keputusan sembarangan.

“Pemecatan itu sah dan berdasarkan prosedur yang berlaku. Semua klaim setelah pemecatan adalah ilegal,” tegas Wina Armada.

Sebagai langkah penertiban organisasi, PWI Pusat menerbitkan Surat Keputusan (SK) Nomor 134-PGS/A/PP-PWI/II/2025, yang menetapkan:

  1. Pemberhentian Voucke Lontaan dan Merson Simbolon dari kepemimpinan PWI Sulut.
  2. Pengangkatan Vanny Loupatty sebagai Plt Ketua PWI Sulut dan Ardison Kalumata sebagai Plt Sekretaris.
  3. Penugasan kepengurusan baru untuk menertibkan administrasi dan keanggotaan PWI Sulut.
  4. Pelaksanaan KLB dalam enam bulan ke depan untuk memilih kepengurusan definitif.

Plt Ketua PWI Sulut, Vanny Loupatty, menegaskan bahwa keputusan ini final dan bertujuan untuk menata kembali organisasi PWI di Sulawesi Utara.

“Kami diberi amanat untuk menjalankan tugas ini dengan penuh tanggung jawab. Tidak ada kepemimpinan abal-abal.

Ini keputusan resmi PWI Pusat,” ujar Maemossa, sapaan akrab Vanny Loupatty.

Maemossa juga mengingatkan agar seluruh anggota PWI Sulut dan masyarakat tidak terpengaruh oleh klaim sepihak yang menyebut kepemimpinan saat ini sebagai ilegal.

“Keputusan PWI Pusat sudah jelas, kami hanya menjalankan amanat. Tidak ada yang abal-abal di sini,” tegasnya.

Menanggapi pernyataan Steven Liow yang dinilai memihak Voucke Lontaan, Maemossa mengingatkan bahwa PWI bukan organisasi di bawah pemerintah daerah, sehingga tidak perlu ada pengakuan sepihak dari pejabat pemerintah.

“Pak Steven Liow harus memahami batasan kewenangannya. PWI bukan di bawah pemerintah daerah, jadi tidak perlu memberikan pengakuan sepihak,” pungkasnya.

Sebelumnya, dalam pertemuan dengan wartawan di Kantor Gubernur Sulut, Steven Liow menegaskan bahwa dirinya tetap mengakui kepemimpinan Voucke Lontaan.

“Sering kali organisasi mengalami dualisme di tingkat pusat, tapi untuk Sulut, pemerintah daerah tetap mengakui kepemimpinan Voucke Lontaan,” ujar Steven.

Namun, pernyataan ini justru memicu reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk anggota PWI Sulut, yang menilai bahwa seorang pejabat pemerintah seharusnya bersikap netral dan tidak memperkeruh keadaan.

“Sebagai pejabat publik, seharusnya beliau netral. Pernyataannya memperkeruh keadaan dan tidak mencerminkan tugasnya sebagai Kadis Kominfo,” kata seorang anggota PWI Sulut.

[**/VIC]