MANADO- Sidang putusan celah kasus nomor 232/Pid.B/2024/PN.Mnd dengan terdakwa Fery Tan alias Feri, warga Kakaskasen, Tomohon Utara, berlangsung sengit di Pengadilan Negeri (PN) Manado, Senin (30/9/2024).

Majelis hakim menolak keberatan terdakwa terkait bukti CCTV dan menegaskan bahwa putusan celah bukanlah putusan akhir.

Sidang yang digelar di Ruang Sidang Letnan Jenderal TNI (Purn) Ali Said, S.H., ini dipimpin oleh hakim ketua yang dengan tegas merespons argumen terdakwa.

Fery Tan, didampingi kuasa hukumnya Rostje Nonutu, S.H., mengajukan keberatan bahwa barang bukti dalam kasusnya dipalsukan dan bukti CCTV tidak diikutsertakan dalam pemeriksaan.

“Saya punya bukti CCTV soal barang bukti yang sudah dipalsukan,” tegas Fery di hadapan majelis hakim.

Namun, hakim ketua menanggapi dengan menekankan bahwa terdakwa masih memiliki kesempatan untuk mengajukan bukti dan saksi pada sidang lanjutan yang dijadwalkan pada 7 Oktober 2024.

Yang mengejutkan adalah setelah sidang usai, Iring Langgang, istri dari Fery Tan, turut menyuarakan protes terhadap permintaan ganti rugi yang dinilai tidak masuk akal dari pelapor, Frangki Liberty.

Menurut Iring, pak Rukun Agung pernah meminta uang sebesar Rp748 juta sebagai ganti rugi, termasuk Rp248 juta untuk laporan polisi dan Rp300 juta untuk biaya operasional kuasa hukum.

“Ini permintaan yang tidak masuk akal,” ungkap Iring kepada wartawan usai persidangan.

Ia juga menyinggung keterlibatan mantan Kapolsek Malalayang, Kompol Emilda Sonu, yang diduga ikut menambah pasal dalam kasus suaminya, sehingga Fery gagal mendapat penangguhan penahanan.

Iring juga menuturkan bahwa pada tanggal 28 Mei 2024, saat mengurus penangguhan suaminya, ia mendapat informasi bahwa Kompol Emilda Sonu meminta pihak kejaksaan untuk menerbitkan P21 meskipun penangguhan telah disetujui.

Bahkan, Kompol Emilda diduga menambah pasal untuk memperberat suaminya dengan Pasal 362.

“Suami saya seharusnya dibebaskan, tapi akhirnya tetap dipenjara karena penambahan pasal tersebut,” tuturnya.

Ia juga mengungkapkan kejanggalan terkait barang bukti yang diambil oleh pihak kejaksaan, di mana beberapa barang diganti dengan yang baru.

“Kejaksaan tahu barang yang dibawa itu sudah diganti, ini jelas ada permainan,” tambah Iring, menegaskan bahwa hal tersebut telah mempengaruhi usaha keluarganya.

Awal Mula Kasus Fery Tan

Kasus ini bermula ketika Fery Tan, yang bekerja sebagai manajer gudang aki milik Rukun Agung, menjual aki di Tomohon dengan persetujuan perusahaan.

Namun, setelah uang hasil penjualan senilai Rp70 juta disetorkan, pihak Rukun Agung menolak menerimanya dan melaporkan Fery dengan tuduhan penggelapan.

Sidang berikutnya pada 7 Oktober 2024 akan memeriksa saksi-saksi serta barang bukti dalam kasus yang semakin kompleks ini, memberikan kesempatan bagi terdakwa untuk mempertahankan argumennya.

Apakah keadilan akan terungkap dalam sidang selanjutnya? Kita tunggu hasilnya.

[**/ARP]