MINAHASA TENGGARA, PRONews5.com — Sekian tahun beroperasi, aparat penegak hukum kembali resmi menutup aktivitas tambang emas ilegal di Kabupaten Minahasa Tenggara (Mitra), Sulawesi Utara. Penutupan dilakukan pada Kamis (20/11/2025), setelah wilayah ini berulang kali menjadi sorotan karena kegiatan pertambangan tanpa izin.
Namun bagi warga penambang, penutupan semacam ini bukan hal baru. Mereka menyebut tambang kerap ditutup, tetapi tidak lama setelah itu kembali beroperasi.
“Penutupan ini bukan baru sekarang. Setelah ditutup, beberapa waktu kemudian biasanya dibuka lagi. Ini bukan rahasia umum,” ujar sejumlah penambang yang enggan disebutkan namanya.
Warga juga menilai pola ini akan terulang. “Kami yakin satu waktu pasti akan dibuka lagi setelah sudah aman,” sindir mereka.
Di tengah penutupan tersebut, para penambang berharap pemerintah tidak hanya melakukan tindakan represif, tetapi juga memberi solusi yang jelas.
“Jangan hanya menutup mata pencarian warga tanpa memberikan jalan keluar,” kata para penambang itu.

Harapan pada Gubernur YSK: Percepatan WPR Jadi Jalan Keluar
Banyak penambang berharap komitmen Gubernur Sulawesi Utara, Yulius Selvanus Kandouw (YSK), dalam memperjuangkan nasib penambang emas bisa menjadi solusi jangka panjang, terutama melalui percepatan penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).
Harapan ini semakin menguat setelah pada 4 November 2025, Gubernur YSK bertemu Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, untuk menyampaikan aspirasi daerah terkait implementasi WPR.
“Kami semua rakyat Sulawesi Utara sangat berbahagia karena bapak menteri begitu mendengar aspirasi daerah. Atas arahan Presiden, IPR dan WPR ini pro rakyat,” ujar Gubernur YSK.
Menurut YSK, pemerintah daerah akan menindaklanjuti arahan tersebut secara bertahap dan terstruktur.
“Kami akan menjabarkan kebijakan pusat ini dalam bentuk peraturan gubernur untuk pelaksanaan teknis di lapangan,” katanya.
Ia menegaskan bahwa pengelolaan sumber daya alam harus menjadi instrumen peningkatan kesejahteraan masyarakat, bukan sekadar eksploitasi.
“Prinsipnya, rakyat harus sejahtera di tanah sendiri dan mampu menjaga alam yang menjadi sumber kehidupan,” tegasnya.
Diketahui, pemerintah telah menetapkan PP Nomor 39 Tahun 2025 sebagai dasar hukum baru kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara. Regulasi tersebut memperbolehkan koperasi dan organisasi kemasyarakatan (ormas) untuk mengelola tambang, termasuk tambang rakyat.
Perubahan regulasi ini menjadi titik penting bagi legalisasi aktivitas penambang rakyat di 10 kabupaten/kota di Sulut.
“Dalam waktu dekat, Menteri akan mengeluarkan peraturan menteri ESDM yang mengatur lebih rinci tentang WPR,” ungkap YSK.
Menurutnya, aturan ini akan memberikan kepastian hukum bagi ribuan penambang yang selama ini bekerja dalam ketidakpastian hukum.
“Kita memastikan bahwa pemerintah pusat dan daerah sepakat menempatkan kepentingan rakyat sebagai prioritas utama,” pungkasnya.
Jika implementasi WPR terwujud, aktivitas penambang rakyat akan legal dan tidak lagi menghadapi ancaman penutupan mendadak.
[**/IND]

