RATATOTOK, PRONews5.com — Aktivitas tambang emas ilegal di kawasan konservasi Ratatotok, Kabupaten Minahasa Tenggara (Mitra), Sulawesi Utara, kembali mencuat. Sosok AT alias Alen disebut-sebut sebagai pengendali utama operasi tambang di area yang masuk wilayah cagar budaya dan hutan lindung tersebut.

Sumber terpercaya PRONews5 menyebutkan, aktivitas tambang berlangsung sejak awal tahun 2025 dan kian masif dalam tiga bulan terakhir.

“Setiap hari alat berat masuk. Kadang malam, kadang subuh. Mereka kerja bebas seolah tak ada hukum,” ungkap seorang warga Ratatotok yang meminta identitasnya dirahasiakan, Kamis (6/11/2025).

Investigasi lapangan menemukan tanda-tanda kuat adanya pembiaran sistematis.

Kawasan yang seharusnya dilindungi ini kini rusak parah akibat pengerukan tanah dan aktivitas alat berat yang terus beroperasi tanpa pengawasan.

Tak ada papan larangan, pos penjagaan, atau tanda penegakan hukum di lokasi.

“Kalau ini bukan pembiaran, apa namanya? Alat berat tidak mungkin bisa keluar-masuk tanpa sepengetahuan pihak berwenang,” sindir seorang aktivis lingkungan Sulawesi Utara yang ikut menelusuri lokasi.

Menurut aktivis tersebut, lemahnya pengawasan aparat membuka ruang bagi dugaan bekingan oknum aparat atau pejabat daerah yang membuat para pelaku kebal hukum.

“Kami menduga ada aliran dana ke oknum-oknum tertentu. Karena tanpa perlindungan, mustahil aktivitas sebesar ini bisa berjalan mulus,” ujarnya.

Kegiatan tambang ilegal di kawasan konservasi tergolong tindak pidana serius. Pasal 158 UU No. 3 Tahun 2020 tentang Minerba menyebut, setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin dapat dipidana penjara hingga 5 tahun dan denda Rp100 miliar.

Selain itu, UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, mempertegas ancaman pidana berat bagi pelaku dan pihak yang membiarkan kerusakan di kawasan konservasi.

Namun ironisnya, di Ratatotok, penegakan hukum seolah lumpuh total.

Tak ada garis polisi, tak ada penyegelan, bahkan alat berat masih beroperasi di siang bolong. Aktivis lingkungan pun mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) segera turun tangan sebelum kerusakan semakin meluas dan tak dapat dipulihkan.

“Ratatotok bukan hanya soal tambang, tapi warisan sejarah dan ekosistem yang harus dijaga. Kalau negara diam, ini preseden buruk bagi masa depan lingkungan Sulawesi Utara,” tegas sumber lain dari lembaga pemantau lingkungan daerah.

[**/VIC]