MEDAN, PRONews5.com – Di tengah dunia yang kian riuh oleh derap digitalisasi dan ketidakpastian ekonomi, sebuah panggung kecil dibangun di kota Medan—bukan oleh politisi, bukan pula oleh konglomerat yang datang membawa wacana kosong, tetapi oleh para guru, pelajar, dan segelintir orang yang percaya bahwa masa depan Indonesia bisa dimulai dari selembar kertas, sepotong pemahaman, dan secercah harapan bernama literasi keuangan.

Pada 14 Maret 2025, di Adora Convention Hall, Medan, Astra Financial membuka lembaran baru dalam gerakan mencerdaskan bangsa melalui program Kreasi Literasi Keuangan (KLiK).

Ini bukan sekadar sosialisasi, bukan pula seremoni korporat yang dibungkus kata-kata manis. Ini adalah bentuk keberanian menantang arus: ketika dunia menawarkan kemudahan utang digital, tawaran investasi semu, hingga perjudian daring yang menyaru sebagai solusi cepat, Astra memilih mendidik.

Lebih dari 1.200 guru dan pelajar—yang sebagian hadir secara daring—menjadi saksi awal dari sebuah gerakan yang tak banyak disorot headline nasional, tapi mungkin kelak akan dikenang sebagai titik balik.

Bersama empat unit bisnis—FIFGROUP, ACC, TAF, dan Asuransi Astra—program ini menempatkan guru sebagai garda terdepan. Bukan pegawai bank, bukan influencer finansial, tetapi mereka yang sehari-hari bergumul dengan kapur, papan tulis, dan mimpi murid-murid yang tak mengenal indeks saham.

Dalam forum hybrid itu, hadir pula tokoh-tokoh penting: Suparno Djasmin dan Rudy Chen dari Astra, Khoirul Muttaqien dari OJK Sumatera Utara, serta Wali Kota Medan Rico Tri Putra Bayu Waas.

Namun justru dalam sambutan Suparno, kita menemukan nada yang jarang terdengar dari mulut direktur perusahaan besar: kejujuran tentang pentingnya pemahaman finansial, dan kerendahan hati untuk menjadikan guru sebagai pemegang estafet perubahan.

Sementara itu, Khoirul Muttaqien mengingatkan kita pada kenyataan yang menyakitkan. Masih banyak warga Indonesia yang terjebak dalam investasi ilegal, tergoda oleh janji palsu judi daring, dan terjerumus karena minimnya kemampuan membaca risiko. “Guru adalah kunci,” ujarnya—sebuah pernyataan sederhana yang terdengar nyaring karena begitu benar.

Namun ada satu ironi yang tak bisa diabaikan. Indonesia, negeri dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, justru tertinggal dalam pemahaman literasi keuangan syariah.

Berdasarkan data OJK, Indonesia hanya menempati peringkat ketujuh di Asia Tenggara dalam kategori tersebut.

Sebuah cermin retak yang memantulkan keprihatinan, sekaligus menyulut tekad. KLiK Astra Financial menjawab tantangan ini dengan menggandeng produk-produk keuangan syariah yang inklusif dan terjangkau.

Program ini tidak berhenti pada transfer informasi. Di balik dinding-dinding kelas, lahir ide-ide kreatif para guru peserta lomba pengajaran literasi.

Mereka bukan hanya mengajarkan angka, tetapi juga membentuk kesadaran murid tentang nilai, tanggung jawab, dan keberanian menolak tipu muslihat finansial. Karya-karya terbaik akan dijadikan percontohan nasional—bukti bahwa revolusi bisa lahir dari ruang kelas, bukan dari gedung tinggi berkaca.

Sebagai bentuk dukungan nyata, Astra Financial juga memberikan beasiswa kepada 68 siswa dan mahasiswa dari Perkumpulan Amal Bakti serta menyerahkan Laboratorium Literasi Keuangan.

Sebuah simbol, tapi bukan sekadar simbol. Di dalamnya ada LMS milik OJK yang dapat diakses siapa pun yang ingin belajar, tanpa harus membayar seminar mahal atau mengikuti tren keuangan semu di media sosial.

Yovvi Sukandar, Deputi Direktur OJK Sumut, membuka tabir lebih dalam. Ia menjelaskan bagaimana phishing, koperasi ilegal, dan investasi bodong mengintai dengan wajah ramah. Ia menyebutnya sebagai “ancaman senyap”—karena begitu halus menipu.

Dalam paparannya, ia tak hanya memberi data, tapi juga memberi peringatan: “Literasi keuangan bukan tentang tahu istilah, tapi tentang bertahan hidup secara finansial.”

Ada kegetiran dalam penjelasan itu, namun juga harapan. Sebab masyarakat yang melek finansial bukan hanya lebih cerdas, mereka juga lebih kuat.

Mereka tahu kapan harus meminjam, kapan harus menabung, dan bagaimana merancang masa depan tanpa tergoda pintu-pintu palsu yang tampak menggiurkan.

Program KLiK Astra Financial menjadi semacam peta jalan. Tahun lalu, Astra menjangkau lebih dari 30.000 penerima manfaat. Tahun ini, targetnya lebih besar.

Bukan hanya secara kuantitas, tetapi kualitas dampak—dari pemahaman menjadi penghayatan, dari tahu menjadi mampu, dari mampu menjadi mandiri.

Dan dari Medan, kisah ini bergerak—senyap tapi pasti, seperti sungai yang tahu ke mana ia akan bermuara. KLiK Astra Financial bukanlah sebatas inisiatif CSR. Ia adalah bentuk tanggung jawab moral dari sebuah perusahaan terhadap bangsanya.

Ia adalah undangan terbuka untuk kembali belajar—tentang uang, tentang pilihan, dan tentang masa depan.

Barangkali, revolusi tidak selalu dimulai dari kerumunan. Kadang, ia lahir dari seorang guru yang menjelaskan apa itu bunga majemuk kepada muridnya yang belum genap paham dunia. Tapi siapa tahu, justru dari situlah sebuah bangsa diselamatkan.

Penulis: Adrianus R. Pusungunaung