JAKARTA, PRONews5.com – Ketua Umum (Ketum) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Zulmansyah Sekedang, menegaskan bahwa Hendry Ch Bangun bukan lagi anggota PWI, dan karenanya tidak berhak mengklaim diri sebagai ketua umum.

Ia mendorong agar Kongres Persatuan PWI dipercepat guna mengakhiri polemik internal dan mencegah berlanjutnya dualisme kepemimpinan.

Menurut Zulmansyah, pernyataan Hendry yang masih mengklaim posisi ketua umum PWI telah menyesatkan banyak wartawan daerah, terutama karena status keanggotaannya sudah dicabut secara resmi.

“Banyak wartawan di daerah tidak mengetahui bahwa Hendry sudah diberhentikan sebagai anggota PWI.

Maka otomatis, dia juga bukan lagi ketua umum,” ujar Zulmansyah dalam konferensi pers di Jakarta, Ahad, 15 Juni 2025.

Hendry, menurut Zulmansyah, diberhentikan melalui tiga jalur organisasi resmi: Dewan Kehormatan PWI Pusat, PWI Provinsi DKI Jakarta sebagai daerah asal keanggotaannya, dan forum Kongres Luar Biasa (KLB).

Pemecatan ini diperkuat oleh putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 18 Maret 2025 yang menyatakan bahwa keputusan Dewan Kehormatan PWI final dan sah.

Dasar pemberhentian Hendry adalah dugaan pelanggaran etik terkait insentif (cashback) dana Uji Kompetensi Wartawan (UKW) dari Forum Humas BUMN.

Selain itu, ia juga disebut menolak keputusan DK, memecat pengurus DK secara sepihak, serta mendirikan lembaga tandingan.

“Tindakan itu jelas melanggar konstitusi organisasi,” tegas Zulmansyah, didampingi Sekjen PWI Pusat, Wina Armada Sukardi.

Zulmansyah menyayangkan pernyataan Hendry yang muncul sehari setelah ditandatanganinya Kesepakatan Jakarta di kantor Dewan Pers, yang menjadi simbol rekonsiliasi kedua kubu di PWI.

“Kalau begini, lebih baik kongres dipercepat. Kalau bisa Juli, tidak perlu tunggu Agustus,” ujarnya.

Sesuai kesepakatan, Kongres Persatuan PWI dijadwalkan paling lambat 30 Agustus 2025, dengan panitia dari SC dan OC yang kini tengah bekerja mempersiapkan acara tersebut.

Zulmansyah menambahkan bahwa Kementerian Hukum dan HAM telah membekukan kepengurusan Hendry, dan Dewan Pers tidak lagi mengakui Hendry sebagai ketua umum PWI.

Fasilitas organisasi juga dilarang digunakan oleh pihaknya.

Ia menekankan bahwa perbedaan antara legalitas administratif dan keabsahan etik organisasi perlu dipahami oleh seluruh insan pers.

“Putusan sela bukan keputusan akhir. Jangan mudah disesatkan narasi yang mengaburkan fakta,” katanya.

Sebagai penutup, Zulmansyah mengimbau seluruh anggota PWI untuk tidak terjebak pada satu narasi dan tetap menjunjung rekonsiliasi dan kehormatan organisasi.

“PWI adalah milik bersama. Jangan biarkan jadi alat kepentingan pribadi. Mari kita jaga marwah PWI bersama-sama,” pungkasnya.

[**/ARP]